REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai Tukar Petani (NTP) kembali mengalami kenaikan sebesar 0,96 persen menjadi 105,68 sepanjang September 2021. Kenaikan NTP merupakan yang kedua kali sejak Agustus setelah sempat menurun bulan Juli lalu.
Kepala BPS, Margo Yuwono, menyampaikan, kenaikan NTP dicapai karena indeks harga yang diterima petani lebih tinggi daripada indeks yang dibayar petani. Adapun lebih detail, kenaikan NTP terjadi pada tiga subsektor pertanian yakni tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan.
"Pada subsektor tanaman pangan, NTP naik 1,14 persen menjadi 98,77. Ini karena indeks yang diterima petani naik 1,05 persen. Terutama disebabkan oleh kenaikan harga gabah, jagung, dan ketela rambat," kata Margo dalam konferensi pers, Jumat (1/10).
Adapun NTP pada subsektor perkebunan rakyat tercatat meningkat 2,12 persen menjadi 125,15. Margo menjelaskan, kenaikan signifikan pada subsektor ini karena indeks harga yang diterima naik 2,17 persen. "Komoditas yang dominan yang mendorong kenaikan NTP yakni sawit, karet, dan kakao," ujar dia.
Terakhir, pada NTP perikanan tercatat naik 0,40 persen menjadi 104,94. Para nelayan mengalami kenaikan indeks sebesar 0,41 persen karena adanya kenaikan harga ikan bandeng payau, udang payau, serta ikan tongkol.
Sementara itu, petani di subsektor hortikultura mengalami penurunan NTP menjadi 98,65. Begitu pula pada subsektor peternak dimana para peternak mengalami penurunan NTP menjadi 99,18.
"Hortikultura dan peternakan pada September 2021 mengalami penurunan NTP," tuturnya.
Lebih lanjut untuk Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) juga mengalami kenaikan sebesar 0,74 persen menjadi 105,58. Sama halnya pada NTP, kenaikan NTUP dialami oleh subsektor tanaman pangan, perkebunan rakyat, dan perikanan. Sementara, hortikultura dan peternakan mengalami penurunan NTUP.