REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai langkah konsolidasi fiskal tidak akan mengganggu momentum pemulihan ekonomi hingga tahun mendatang. Hal ini mengingat penerimaan negara menunjukkan tren perbaikan hingga Agustus 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah merancang langkah konsolidasi fiskal yang meliputi sisi penerimaan negara terutama pajak, pengendalian belanja, dan inovasi pembiayaan.
"Sebetulnya sejak kami melihat terjadinya penerimaan negara yang cukup kuat sampai Agustus ini, kami memiliki harapan bahwa konsolidasi fiskal bisa berjalan tanpa mendisrupsi momentum pemulihan ekonomi,”ujarnya saat webinar seperti dikutip Kamis (30/9).
Pada Agustus 2021, pemerintah mencatat pendapatan negara sebesar Rp 1.177,61 triliun atau 67,54 persen dari target. Adapun realisasi tersebut tumbuh 13,86 persen seiring dengan mulai dilonggarkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Dari realisasi belanja negara sebesar Rp 1.560,8 triliun atau 56,8 persen dari pagu. Dengan performa tersebut, defisit APBN sebesar Rp 383,2 triliun atau setara 2,32 persen PDB.
“Fokus kami 2022 adalah kombinasi antara terus menjaga momentum pemulihan ekonomi, namun pada saat yang sama menyehatkan kembali APBN," ucapnya.
Sri Mulyani menyebut APBN telah menjadi instrumen yang mampu terus mengawal penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi, serta melindungi masyarakat dan dunia usaha. Namun, pengelolaan APBN juga harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, termasuk UU 2/2020 yang hanya memberikan ruang pelebaran defisit sebesar tiga tahun atau hingga 2022.
Adapun arah kebijakan fiskal 2022 yakni pemulihan ekonomi, reformasi struktural, dan konsolidasi fiskal. Angka defisit juga terus diturunkan dari 6,09 persen PDB pada 2020 menjadi 5,7 persen pada 2021, dan 4,85 persen pada 2022.