REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) membukukan kinerja asuransi syariah pada kuartal II 2021 mengalami pertumbuhan positif. Kondisi tersebut tercermin dari sisi aset serta kontribusi bruto yang mengalami kenaikan.
Per 30 Juni 2021, aset asuransi syariah tercatat sebesar Rp 42 triliun, naik 4,83 persen secara year on year (yoy) dibandingkan periode tahun lalu yang sebesar Rp 40,8 triliun. Porsi aset didominasi oleh asuransi jiwa sebesar Rp 34,44 triliun atau mencapai 80,45 persen.
Selanjutnya, aset asuransi umum syariah berkontribusi sebesar Rp 6,28 triliun atau sekitar 14,68 persen terhadap total aset industri asuransi syariah. Sementara porsi reasuransi syariah tercatat sekitar 4,87 persen atau sebesar Rp 2,08 triliun.
Adapun dari sisi kontribusi bruto, industri asuransi syariah tumbuh signifikan sebesar 51,89 persen yoy dari Rp 7,6 triliun pada tahun lalu menjadi Rp 11,5 triliun pada tahun ini. Kontribusi bruto ini mayoritas masih disumbang oleh asuransi jiwa syariah sebesar Rp 10 triliun atau sekitar 87 persen dari total kontribusi bruto di kuartal II 2021.
Lalu asuransi umum berkontribusi sebesar 8,67 persen atau sekitar Rp 1 triliun, sedangkan reasuransi syariah menyumbang sebesar Rp 470 miliar atau sekitar 4,7 persen. "Ini menunjukkan bahwa adanya indikasi perbaikan ekonomi Indonesia meski dalam kondisi pandemi," kata Ketua Bidang Riset dan Inovasi Asuransi Jiwa Syariah AASI, Ronny Ahmad Iskandar, Selasa (21/9).
Dari sisi investasi, sekitar 82,48 persen persen atau Rp 27,6 triliun dialokasikan di pasar modal. Dana kelolaan industri asuransi syariah ditempatkan pada sejumlah instrumen, baik saham syariah, reksa dana syariah, sukuk, maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Secara terperinci, penempatan dana di saham syariah dan reksa dana syariah masig-masing mencapai Rp 12,18 triliun Rp 7,8 triliuh. Sedangkan di sukuk, dana yang dialokasikan mencapai Rp 2,4 triliun dan pada SBSN sebesar Rp 7,5 triliun.
Sisa dana 17,12 persen diinvestasikan diperbankan atau deposito sebesar Rp 6,1 triliun. Sedangkan investasi lainnya sekitar 0,4 persen sebesar Rp 147 miliar. "Dalam situasi seperti ini, perusahaan asuransi syariah indonesia melihat risiko yang ada sehingga sebagian dana dialokasikan diperbankan," terang Ronny.
Ronny mengakui hasil investasi selama pandemi memang mengalami penurunan yang terjadi seiring dengan kondisi pasar modal. Hasil investasi pada kuartal II 2021 masih tercatat minus Rp 342 miliar. Meski demikian, dari sisi kinerja, hasil investasi tersebut tumbuh 85,45 persen dari kuartal II 2020 yang minus hingga Rp 2,3 triliun.
Seiring dengan kenaikan kontribusi bruto, klaim bruto juga mengalami kenaikan sebesar 72,77 persen yoy menjadi Rp 9,7 triliun pada tahun ini dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 5,6 triliun. Klaim bruto ini utamanya disumbang oleh asuransi jiwa syariah sebesar Rp 9 triliun.
"Peningkatan yang signifikan ini disebabkan karena pandemi lebih berdampak pada asuransi jiwa," kata Ronny.