REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sepanjang semester pertama 2021 sektor jasa keuangan tetap stabil. Hal ini tercermin membaiknya sejumlah indikator seperti intermediasi perbankan dan penghimpunan dana di pasar modal serta terjaganya rasio kehati-hatian (prudensial) di lembaga jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK mencermati adanya penurunan mobilitas karena pemberlakuan PPKM Darurat yang dikhawatirkan dapat mempengaruhi laju pemulihan ekonomi ke depan.
“Di tengah perkembangan tersebut, pasar keuangan domestik masih terjaga stabil,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (29/7).
Berdasarkan data OJK, indeks harga saham gabungan (IHSG) per 23 Juli 2021 menguat ke level 6,102 atau tumbuh 1,9 persen mtd dengan aliran dana nonresiden tercatat masuk sebesar Rp 2,02 triliun. Pasar SBN juga terpantau menguat dengan rerata yield SBN turun 13,5 bps seluruh tenor. Namun, investor nonresiden tercatat net sell sebesar Rp 11,73 triliun.
Per 27 Juli 2021, penghimpunan dana di pasar modal sebesar Rp 116,6 triliun atau meningkat 211 persen dari periode yang sama tahun lalu, dengan 27 emiten baru yang melakukan initial public offering (IPO). Selain itu, masih terdapat penawaran umum yang dalam proses dari 86 emiten dengan nilai nominal sebesar Rp 54,2 triliun.
“OJK mendukung program pemerintah dalam melaksanakan percepatan vaksinasi masyarakat dengan membuka sentra-sentra vaksin Covid-19 di berbagai daerah bekerja sama dengan Industri Jasa Keuangan dan Kementerian Kesehatan dengan target 10 juta vaksin hingga Desember,” ungkapnya.
Menurutnya percepatan vaksinasi menjadi kunci utama untuk membangun imunitas komunal sehingga mobilitas masyarakat bisa kembali normal dan perekonomian kembali bergerak. “Pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut terutama di negara ekonomi utama dunia seiring dengan laju vaksinasi dan mobilitas yang mulai kembali ke level prapandemi. Selain itu, kebijakan moneter negara utama dunia diperkirakan masih akomodatif, sehingga mampu menurunkan risiko likuiditas di pasar keuangan global,” ungkapnya.