REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya resistensi antibiotik pada ternak melalui penguatan strategi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) program penatagunaan antimikroba. Hal ini penting dilakukan untuk pengendalikan resistensi antimikroba, serta dampak yang mungkin ditimbulkan.
Direktur Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin mengatakan untuk mengoptimalisasi dan mengurangi resistensi antimikroba di bidang peternakan dan kesehatan hewan, maka penatagunaan antimikroba harus diterapkan untuk meningkatkan penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab dengan meningkatkan pemahaman, kepedulian dan kesadaran terkait resistensi antimikroba.
Isu Resistensi Antimikroba juga dipandang sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan ketahanan pangan, khususnya bagi pembangunan di sektor peternakan dan pertanian. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Food and Agriculture Organization (FAO) menyelenggarakan Workshop Strategi Komunikasi Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship/Ams).
“Harus menjadi perhatian semua pihak dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait dampak resitensi antimikroba,"ungkap Nuryani yang mewakili Dirjen PKH pada Acara Lokakarya Strategi Komunikasi Penatagunaan Antimikroba (Antimicrobial Stewardship/Ams) secara virtual.
Pengendalian AMR harus menggunakan pendekatan one health yang bersifat multisektor dan melibatkan semua stakeholder peternakan sehingga penggunaan antimikroba yang tepat tentunya harus dipahami oleh semua orang yang terlibat dalam sektor peternakan sehingga peningkatan kesadaran sangat diperlukan agar ada keterlibatan yang lebih baik untuk mengatasi masalah AMR.
Kebijakan Nasional dalam Pengendalian AMR sebagaimana Inpres nomor 4 tahun 2019 yang mengamanatkan kepada Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian dan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk melaksanakan pencegahan, respon dan pengendalian resistansi antimikroba. Kementan ikut terlibat dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Indonesia untuk Resistansi Antimikroba dengan pendekatan "One Health‘’periode 2020 – 2024
Lanjut Nuryani mengatakan perlunya segera disusun strategi komunikasi penatagunaan antimikroba ini sehingga dapat diimplementasikan oleh semua pemangku kepentingan peternakan dan kesehatan hewan. “Kita rumuskan bersama langkah-langkah komunikasi yang tepat dalam menyampaikan bahaya resistensi antibiotik dan peran serta masyarakat dalam mencegahnya”ujarnya
Sementara itu, Koordinator Subtansi Pengawasan Obat Hewan Ni Made Ria Isriyanthi, mengatakan Kementan telah melakukan kegiatan peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang AMR, dan perubahan perilaku masyarakat di sektor Kesehatan Hewan sudah dilaksanakan sejak 2017.”Bentuk Komunikasi, informasi dan edukasi yang sudah kita lakukan dalam bentuk kegiatan seperti Talk show, Seminar, kampanye lewat kegiatan CFD, Media Briefing, penyebaran informasi melalui media sosial (FB, Instagram, Twitter dan YouTube),"ungkap Ria.
Sementara itu, Team Leader FAO-ECTAD Lucas Schoonman mengatakan FAO sepenuhnya berkomitmen pada pendekatan One Health dalam pengendalian AMR dan mengajak seluruh pihak terkait untuk segera bertindak dan membangun komunikasi dalam mengendalikan AMR. Telah banyak studi yang telah dilakukan baik di tingkat global maupun nasional, dan saatnya kita harus fokus. Praktisi sektor peternakan dan kesehatan hewan sebagai garda terdepan dalam mempraktekkan penggunaan antibiotik yang bijak dan bertanggung jawab.
Pada kesempatan itu, perwakilan dari Yayasan Orang Tua Peduli (YOP) yang juga praktisi dibidang komunikasi Vida Parady menjelaskan dalam melakukan pendekatan komunikasi publik pemerintah selain fokus mengarah ke peningkatan awareness sekaligus pada perubahan prilaku. Strategi komunikasi perubahan prilaku dinilai sangat penting untuk mendukung program penatagunaan antimikroba.“Pentingnya pemilihan kata kunci dalam penyampaian pesan, pemilihan media dan metode yang tepat sesuai sasaran tentunya diharapkan meningkatkan kesadaran dan perubahan prilaku masyarakat” tuturnya.
Terpisah, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah mengajak semua pihak harus berupaya untuk melakukan komunikasi, kolaborasi dan koordinasi agar dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak negatif resistensi antibiotik pada ternak “Kita harus kampanyekan bentuk strategi KIE yang terstruktur, terprogram dan terintegrasi dengan melibatkan semua lintas sektor," ujarnya.