REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kelapa sawit, baik baik disadari ataupun tidak, menjadi bagian atau bahan dari produk-produk yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Kelapa sawit memang salah satu komoditi penting Indonesia. Namun, menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, kesadaran akan penggunaan kelapa sawit yang berkelanjutan belum banyak timbul. Pemanfaatan dan konsumsi produk kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan jumlah total produksi yang dihasilkan setiap tahunnya.
Rendahnya permintaan ini tidak hanya ditentukan oleh konsumen sebagai tujuan akhir rantai nilai produk. Industri hilir juga memegang andil dalam mendorong berkembangnya demand produk kelapa sawit berkelanjutan. Saling berkaitan, permintaan di sisi konsumsipun dapat terus mendukung produsen untuk menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan sosial dan menciptakan ekosistem pasar akan produk kelapa sawit berkelanjutan yang sehat. Sayangnya, kata dia, belum terlihat adanya kebijakan yang secara spesifik mengatur konsumsi produk kelapa sawit berkelanjutan di dalam negeri.
“Mengembangkan sustainability terkait palm oil itu diawali di keberterimaan perdagangan sawit di dunia. Pemerintah dan stakeholders semua, pelaku usaha sawit, bahkan inisiatif awal itu datang dari industri, berkembanglah RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) pun ketinggalan pada saat itu,” ujar dia dalam Dialog Kebijakan bertajuk Memperkuat Ekosistem untuk Meningkatkan Pasar Produk Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia, Rabu (16/6).
Oke melanjutkan, sustainable palm oil ini sudah menjadi kebutuhan dalam pengembangannya. Hal itu, kata dia, untuk menjawab impresi negatif terhadap palm oil yang berkembang di dunia.
"Sehingga arah ke dalam negerinya menjadi, pada saat itu, tidak menjadi menjadi prioritas. Karena pengembangan sustainable palm oil lebih dikembangkan untuk menjawab tantangan-tantangan yang dikembangkan di perdagangan global terkait daya saing palm oil yang sangat menggangu produk-produk lain," kata dia.
Terkait kelapa sawit berkelanjutan dalam skala nasional, Direktur Eksekutif Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) Indah, dalam dialog yang sama mengatakan, pengusaha dan petani mandiri dapat mengadopsi standar sertifikasi nasional maupun global yang dirancang untuk memberi akses pada pasar domestik dan internasional dan meningkatkan panen berkelanjutan.
Indah menambahkan, dua jenis sertifikasi kelapa sawit bekerlanjutan bisa diadopsi oleh pelaku usaha kelapa sawit, RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) untuk skala global seperti yang dikatakan oleh Oke Nurwan, dan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) untuk nasional. ISPO yang sudah ada sejak tahun 2009 lebih lanjut diatur oleh Permentan No. 38 tahun 2020 tentang Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan. Sebagai penguat dari Permen tersebut, dibuat Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Berdasarkan Sekretariat ISPO, sertifikasi yang telah diterbitkan hingga awal tahun 2020 yaitu sebanyak 621 untuk pelaku usaha, dengan produksi minyak kelapa sawit mentah sebesar 13 juta ton. Hal ini menunjukkan komitmen dan usaha konkret pemerintah dalam mendukung produksi kelapa sawit berkelanjutan.
"Kabar baiknya lainnya adalah pemerintah telah mengadakan kebijakan green public procurement, yang mengatur pembelanjaan untuk keperluan publik dan pemerintah ke arah produk-produk yang berkelanjutan dan memiliki sertifikasi ecolabel. Hal ini diharapkan dapat menjadi stimulasi demand produk-produk berkelanjutan, khususnya untuk melibatkan komoditas produk kelapa sawit dan turunannya," kata dia.