Rabu 09 Jun 2021 23:55 WIB

Reformasi Perpajakan Berbasis Teknologi Diperlukan

Rencana pemerintah menaikan tarif pajak harus menjadi studi yang mendalam

ilustrasi:pajak digital - Warga mengisi data pribadi untuk pembayaran pajak kendaraan dengan menggunakan aplikasi Sakpole di Boyolali, Jawa Tengah, Senin (11/5/2020). Warga memanfaatkan aplikasi Sakpole berbasis android untuk melakukan pembayaran pajak kendaraan dari rumah saja di wilayah Jawa Tengah, untuk mengurangi antrean pembayaran di kantor Samsat saat pandemi COVID-19.
Foto: ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
ilustrasi:pajak digital - Warga mengisi data pribadi untuk pembayaran pajak kendaraan dengan menggunakan aplikasi Sakpole di Boyolali, Jawa Tengah, Senin (11/5/2020). Warga memanfaatkan aplikasi Sakpole berbasis android untuk melakukan pembayaran pajak kendaraan dari rumah saja di wilayah Jawa Tengah, untuk mengurangi antrean pembayaran di kantor Samsat saat pandemi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Usaha meningkatkan pendapatan pajak bisa dilakukan dengan cara membangun sistem berbasis teknologi informasi yang lebih mumpuni. Usaha ini dinilai lebih efektif ketimbang menaikkan tarif pajak yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan.

"Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan harusnya melakukan reformasi perpajakan dengan membangun sistem berbasis teknologi informasi yang jauh lebih sederhana dan memudahkan masyarakat dalam menjalankan kewajibannya," kata anggota Komisi XI DPR M Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/6).

Misbakhun menyampaikan hal itu sebagai respons terkait adanya usulan dari Kemenkeu untuk menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga perubahan pajak penghasilan (Pph). Usulan tersebut sudah disampaikan kepada DPR.

Menurut politisi yang pernah menjadi pegawai Ditjen Perpajakan RI itu, reformasi untuk perbaikan sistem berbasis IT ini pernah dimulai namun tak dilanjutkan dengan baik. “Bukan hendak menuduh gagal, namun hal ini sebaiknya dipastikan berjalan terlebih dahulu sebelum mengusulkan solusi semacam kenaikan PPN,” ujarnya.

Menurut Misbakhun, Kemenkeu tidak bisa mengklaim jika tujuan kebijakan kenaikan tarif pajak adalah peningkatan kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini disebabkan kebijakan tersebut cenderung menunjukkan perluasan basis Wajib Pajak, bukan untuk peningkatan kepatuhannya.

“Harus dipahami, tarif pajak yang naik akan membuat masyarakat berpikir ulang untuk melakukan konsumsi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional. Jika tarif dinaikkan, skala ekonomi bisa menurun. Dengan transaksi yang menurun, maka pemasukan pajak juga akan menurun,” jelasnya.

Terkait pembangunan sistem perpajakan yang lebih sederhana, ia yakin hal itu akan memudahkan masyarakat serta mengurangi potensi timbulnya kesalahan administrasi perpajakan.

"Rencana pemerintah dalam kenaikan tarif pajak harus menjadi studi yang mendalam dan serius. Apalagi pemerintah akan memberikan kombinasi kebijakan terhadap beberapa tarif perpajakan yang akan butuh penyesuaian dan memiliki potensi permasalahan yang lebih kompleks," ujar Misbakhun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement