REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) memprediksi kebutuhan listrik pada 2050 mendatang bisa mencapai 1.100 TWh. Angka ini naik tiga kali lipat dibandingkan kebutuhan listrik di tahun ini.
Wakil Direktur Utama PLN Dharmawan Prasodjo menjelaskan saat ini konsumsi listrik sebesar 300 TWh. Pertumbuhan listrik di tahun 2021 ini diprediksi bisa mencapai 4,6 persen.
"Jika di 2050 kami prediksi konsumsi bisa mencapai 1.100 TWh yang artinya naik 3 kali lipat," ujar Dharmawan secara virtual, Senin (26/4).
Tak hanya sampai di situ, di 2060, diperkirakan kebutuhan listrik akan mencapai 1.800 TWh, yang artinya, akan ada penambahan hingga 1.500 TWh. "Dan PLN berkomitmen penuh bahwa penambahan kapasitas tersebut akan berdasarkan renewable energy (RE)/energi baru terbarukan (EBT). Caranya bagaimana? Berinovasi," katanya.
Menurtnya, berkat inovasi, saat ini harga listrik berbasis EBT sudah lebih terjangkau dibandingkan dulu saat pengembangan awal. "Dulu harga EBT berkisar 25 hingga 30 sen dolar per kWh, sekarang sudah 3,6 hingga 4 sen dolar per kWh," katanya.
Oleh karenanya, potensi pemenuhan listrik berbasis EBT menjadi proyek menjanjikan yang tidak hanya murah namun turut berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kendati, saat ini, pemanfaatan EBT melalui PLTS masih digunakan secara intermittent, tidak terus menerus.
"PLTS sekarang saja masih berproduksi pukul 10.00 pagi hingga pukul 14.00. Sebagian masih intermittent, sisanya masih menggunakan energi fosil," tuturnya.