REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong pencetakan 500 ribu eksportir baru di Indonesia yang berdaya saing global. Hal itu disampaikannya dalam acara Konferensi 500k Eksportir Baru secara virtual, Senin (19/4).
Ia berharap, melalui ajang tersebut pelaku UKM dapat mendapatkan ilmu menjadi eksportir sekaligus memacu ekspor melalui marketplace. “Saya berharap melalui Serial Konferensi 500 ribu Eksportir Baru dengan tema ‘Memacu Ekspor UKM’ ini dapat efektif merajut ekosistem pengembangan ekspor UKM Indonesia, dapat menghasilkan Road Map Pengembangan 500 ribu Eksportir Baru yang sukses dan inovatif,” katanya.
Dirinya pun mengajak semua pihak bahu-membahu meningkatkan daya saing UKM agar berorientasi menembus pasar global. Dalam memberikan pendampingan kepada UKM potensial ekspor, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) bersama Sekolah Ekspor menyusun kurikulum dan modul pelatihan UKM Ekspor sekaligus memberikan seri pelatihan bagi aparatur pembina dan pelaku UKM ekspor yang telah dilaksanakan secara perdana sebanyak 3 kelas luring pada 2 sampai 4 April 2021 di Bandung.
“Selain itu dukungan pelatihan dan sertifikasi pendamping UKM Ekspor dilaksanakan bekerja sama dengan Asosiasi Profesi Ekspor Impor Indonesia (Indo-Eximpro) dan Asosiasi Eksportir dan Produsen Hendicraf Indonesia (ASEPHI),” katanya. Teten menyebutkan, nilai ekspor Indonesia pada 2020 sebesar 163,31 miliar dolar AS, mengalami penurunan sebesar 2,61 persen year on year (yoy) dibandingkan 2019.
Meski begitu, Teten mengaku tetap optimis melihat neraca perdagangan Indonesia surplus 21,74 miliar dolar AS. Dengan sektor yang bertumbuh yaitu pertanian dan industri pengolahan sebagaimana Data BPS, Februari 2021 dan Statistik Kemendagri 2021.
Ia menegaskan UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Data BPS menunjukkan 64 juta UMKM berkontribusi 60 persen dari total PDB Indonesia, serta menyerap 97 persen tenaga kerja.
Hanya saja, kontribusi UMKM terhadap ekspor masih rendah sebesar 14,37 persen. Angka itu masih tertinggal dengan negara-negara APEC yang bahkan dapat mencapai 35 persen.
Kemenkop mencatat sebanyak 86 persen pelaku ekspor merupakan usaha besar. Fakta menyebutkan, UKM sulit menembus pasar ekspor, karena berbagai kendala di antaranya minimnya pengetahuan tentang pasar luar negeri, kualitas produk, kapasitas produksi, biaya sertifikasi yang tidak murah, hingga kendala logistik.
“Tantangan UMKM saat pandemi ini adalah kenaikan tarif pengiriman barang hingga 30 persen sampai 40 persen. Lalu berkurangnya volume ekspor impor sehingga terdapat pengurangan jadwal kapal dan penerbangan internasional,” ujar dia.
Maka demi mengatasi kendala biaya logistik tersebut, kementerian telah bekerja sama dengan PT Garuda Indonesia. “Kami juga mendukung UMKM melaksanakan ekspor tidak hanya melalui kontainer secara mandiri atau berkelompok tetapi juga penjualan langsung melalui marketplace seperti Amazon, Lazada, Shopee, dan lain-lain,” jelas Teten.