Rabu 24 Mar 2021 16:20 WIB

Ombudsman Pertanyakan Urgensi Wacana Impor Beras

Ombudsman mengkritisi kajian pemerintah guna keluarkan opsi impor beras

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menduga adanya maladministrasi dalam wacana impor beras yang digulirkan Pemerintah. Ia meragukan urgensi impor beras untuk saat ini.
Foto: Dedhez Anggara/ANTARA
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menduga adanya maladministrasi dalam wacana impor beras yang digulirkan Pemerintah. Ia meragukan urgensi impor beras untuk saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menduga adanya maladministrasi dalam wacana impor beras yang digulirkan Pemerintah. Ia meragukan urgensi impor beras untuk saat ini.

Pernyataan itu disampaikan Yeka dalam konferensi pers virtual yang diadakan Ombudsman RI mengenai polemik impor beras pada Rabu (24/3). Yeka menemukan tak ada kendala dalam pasokan beras nasional saat ini.

"Produksi kita tidak ada masalah, stok beras juga tidak ada masalah. Stok beras di tingkat penggilingan dan pelaku usaha juga tidak ada masalah sehingga kami melihat ini jangan-jangan ada yang salah dalam memutuskan ini (impor beras)," kata Yeka dalam kegiatan tersebut, Rabu (24/3).

Yeka mengkritisi seberapa jauh kajian pemerintah guna mengeluarkan opsi wacana impor beras. Menurutnya, opsi impor beras wajib didukung data valid dan saintifik. Sehingga opsi itu tak bisa diambil secara sembarangan.

Apalagi kalau merujuk data BPS, potensi produksi beras periode Januari-April 2021 diprediksi meningkat 3,08 juta ton (26,84 persen) dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 11,46 juta ton.

Data Kementerian Pertanian juga menyatakan stok beras nasional hingga Mei 2021 diperkirakan mencapai 24,90 juta ton, didorong hasil panen raya selama Maret-April. Adapun kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai 12,3 juta ton. Dengan begitu, neraca beras hingga akhir Mei masih akan surplus sebesar 12,56 juta ton.

"Kebijakan impor beras ini mesti dipahami oleh semua orang. Jadi nggak bisa kalau impor beras dipaksakan, publik harus paham supaya tidak menyisakan keributan," ujar Yeka.

Yeka mengingatkan Pemerintah agar lebih berhati-hati dalam lempar isu. Sebab wacana impor beras justru makin memukul telak para petani. Tanpa isu itu, harga beras hasil panen mereka sudah pasti turun karena pasokan melimpah.

"Tanpa impor beras, harga beras nasional pasti turun karena memasuki masa musim panen. Teori supply (suplai) dan demand (permintaan) dimana supply banyak maka harga di level permintaan pasti turun jadi tidak diakibatkan wacana impor," ucap Yeka.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia dan Thailand akan menandatangani MoU jual-beli beras Thailand sebanyak 1 juta ton pada akhir Maret 2021. Isu impor beras memperburuk keadaan lantaran menjelang musim panen dan hasil panen petani yang kurang optimal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement