REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, menegaskan, tidak ada perbedaan antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Perum Bulog, serta Kementerian Koordinator Perekonomian dalam polemik impor beras yang terjadi. Ia menegaskan, tidak ada niatan pemerintah untuk menghancurkan harga beras di petani.
"Jadi jangan salahkan Pak Menko, Pak Mentan, jangan salahkan Dirut Bulog. Salahkan saya dan saya pastikan hari ini belum ada impor," kata Lutfi dalam konferensi pers, Jumat (19/3).
Ia mengatakan, rencana impor beras semata-mata mempertimbangkan dinamika yang terjadi. Termasuk dalam hal pengadaan beras dalam negeri oleh Bulog.
Lutfi menyampaikan, saat ini total volume beras di gudang Bulog hanya sekitar 800 ribu ton. Stok tersebut bukan murni berasal beras dalam negeri. Terdapat sekitar 275 ribu ton beras yang merupakan hasil dari impor tahun 2018.
"Jadi kalau stok akhir beras Bulog dikurangi beras sisa impor, berarti Stok Bulog hanya mungkin tidak sampai 500 ribu ton. Ini salah satu yang paling rendah dalam sejarah Bulog. Jadi bisa tahu rasa hati saya ngilunya," katanya.
Sementara itu, sesuai penugasan Bulog harus menjaga stok di level 1 juta-1,5 juta ton. Namun, penyerapan gabah saat ini mengalami hambatan akibat kadar air gabah yang tinggi atau melebihi 25 persen sesuai aturan.
Hal itu membuat realisasi penyerapan gabah oleh Bulog hingga Maret baru mencapai 80 ribu ton dari yang seharusnya menurut dia mencapai 400 ribu-500 ribu ton.
Padahal, Bulog setidaknya harus mengeluarkan beras sekitar 80 ribu ton per bulan dalam operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu adanya stok cadangan lewat impor yang digunakan jika terjadi gejolak sewaktu-waktu.
Lutfi mengatakan, sebagai Menteri Perdagangan, pihaknya harus memikirkan apa yang tidak dipikirkan oleh pihak lain. Segala antisipasi harus disiapkan sehingga harus memikirkan skenario terburuk yang bisa terjadi pada sektor perberasan.
"Kalau harga (beras) naik, tentu saya yang tanggung jawab. Saya yang meminta rakor (rapat koordinasi) ke Menko Perekonomian untuk bicara stok Bulog ini," kata dia.
Namun, lantaran skenario impor tersebut dikhususnya sebagai stok cadangan, tentunya penggunaan beras impor tidak dilakukan secara sembarangan. Impor juga tidak akan dilakukan pada masa panen raya kali ini dan menjatuhkan harga petani.
"Saya jamin tidak ada niatan pemerintah hancurkan harga beras petani," ujarnya menambahkan.
Ia menambahkan, jika hasil penyerapan gabah dalam negeri Bulog nantinya bisa mencapai level 1 juta-1,5 juta ton, tentunya impor tidak perlu dilakukan karena dirasa mencukupi.