Selasa 16 Mar 2021 13:21 WIB

Sambut Insentif, Perbankan Diminta Lebih Aktif Proses KPR

Insentif PPN perumahan bisa bersinergi dengan kebijakan DP rumah nol rupiah

Ketua Apersi Junaidi Abdilah bersama jajaran calon pengurus DPP yang telah dilakukan fit and proper tes dalam pemilihan oleh tim formatur, berfoto dengan Ketua Apindo Haryadi Sukamdani.
Foto: istimewa
Ketua Apersi Junaidi Abdilah bersama jajaran calon pengurus DPP yang telah dilakukan fit and proper tes dalam pemilihan oleh tim formatur, berfoto dengan Ketua Apindo Haryadi Sukamdani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 2021 menjadi tahun penuh harapan dan optimisme dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat memulihkan dan memberikan kontribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor termasuk sektor properti atau perumahan.

Pemerintah mengakui sektor properti sangat strategis sehingga menjadi perhatian dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengapresiasi langkah pemerintah dalam rangka penyelamatan industri properti. Salah satunya terkait kebijakan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) pada pembelian aset properti.

“Ini merupakan salah satu langkah tepat pemerintah untuk pemulihan ekonomi di masa pandemi," ujar Junaidi dalam Diskusi Bersama dan Sinergi Apersi dan Apindo, di Jakarta.

Melalui kebijakan itu, pemerintah akan menanggung seluruh atau 100 persen PPN untuk rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar. Pemerintah juga memberikan insentif dengan menanggung setengah atau 50 persen PPN untuk harga jual rumah lebih dari Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar.

Junaidi mengatakan insentif PPN perumahan bisa bersinergi dengan kebijakan DP nol rupiah serta pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). “Harapannya kepada pemerintah untuk pengembang diberikan relaksasi terkait suku bunga dan pengembalian pokok, dalam rangka pemulihan kesehatan para pengembang,” kata dia mengusulkan.

Insentif fiskal dari pemerintah pusat ini, ujar Junaidi, seharusnya diikuti pula oleh sejumlah kebijakan lainnya. Ia menyontohkan BPHTB yang merupakan kewenangan pemda yang dinilai masih memberatkan industri sektor properti. Besaran BPHTB dinilai masih cukup tinggi yaitu lima persen dari harga beli dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Terlebih, tambah Junaidi, selama pandemi Covid-19, tidak dipungkiri banyak kalangan developer menghadapi masalah cash flow. Hal ini diakibatkan hasil penjualan yang menurun cukup drastis. Tentunya sangat membutuhkan kemudahan dalam upayanya mempercepat pengembangan perumahan subsidi.

“Jadi pengembang membutuhkan kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan modal kerja, baik berupa kredit kepemilikan lahan dan kredit konstruksi griya (KYG) dari perbankan yang dikhususkan kepada pengembang perumahan subsidi, termasuk subsidi kredit konstruksi yang sangat dibutuhkan,” paparnya.

Junaidi menambahkan Apersi juga berharap perbankan berperan lebih aktif memproses kredit KPR. Konsumen mengeluh masih sulit mengajukan KPR.

Ketua Apindo Haryadi Sukamdani mengatakan insentif yang dikeluarkan pemerintah untuk meringankan beban dunia usaha dan para pekerjanya sudah cukup baik untuk mengatrol ekonomi di tengah pandemi. Insentif itu menurunkan biaya sehingga harga jual produk bisa lebih rendah. "Sehingga otomatis bisa lebih terjangkau daya beli masyarakat," ujarnya.

Disisi lain, Apindo juga mendorong penempatan dana BPJS Ketenagakerjaan di bank-bank pemerintah. Dengan cara ini diharapkannya menjadi solusi bagi pekerja dalam kemudahan mendapatkan keringanan kredit baik dari sisi bunga maupun prosesnya. "Karena dasar dana yang digunakan adalah dana iuran pekerja," imbuh dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement