REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah kena sindir dari Bank Indonesia (BI), bank himpunan milik negara (Himbara) secara keseluruhan telah memangkas suku bunga dasar kredit (SBDK). Meski belum turun signifikan, penurunan SBDK diharapkan diikuti oleh bank swasta.
Berdasarkan laman perbankan swasta masing-masing, PT Bank Central Asia Tbk mencatat SBDK kredit korporasi sebesar delapan persen, SBDK kredit ritel sebesar 8,5 persen. SBDK kredit konsumen mencakup kredit KPR sebesar 8,5 persen dan kredit non KPR sebesar 8,36 persen.
Kemudian PT Bank CIMB Niaga mencatat SBDK kredit korporasi 9,4 persen, SBDK kredit ritel sebesar 9,95 persen. SBDK kredit konsumen mencakup kredit KPR sebesar 9,5 persen dan kredit non KPR sebesar 9,95 persen,” seperti dikutip laman CIMB Niaga.
PT Bank Panin mencatatkan SBDK kredit korporasi sebesar 10,23 persen, SBDK kredit ritel sebesar 9,65 persen, dan SBDK kredit mikro sebesar 16,5 persen. SBDK kredit konsumen mencakup kredit KPR sebesar 9,5 persen dan kredit non KPR sebesar 9,08 persen.
PT OCBC NISP mencatatkan SBDK kredit korporasi sebesar 9,75 persen, SBDK kredit ritel sebesar 9,8 persen. SBDK kredit konsumen mencakup kredit KPR sebesar 9,5 persen dan kredit non KPR sebesar 9,95 persen.
PT Bank Danamon mencatatkan SBDK kredit korporasi sebesar 9,75 persen, SBDK kredit ritel sebesar 10 persen. SBDK kredit konsumen mencakup kredit KPR sebesar 10 persen dan kredit non KPR sebesar 12 persen.
PT BTPN mencatatkan SBDK kredit korporasi sebesar 6,08 persen, SBDK kredit ritel sebesar 9,92 persen, dan SBDK kredit mikro sebesar 15,87 persen. SBDK kredit konsumen mencakup kredit non KPR sebesar 10,34 persen
Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) digunakan sebagai dasar penetapan suku bunga kredit yang akan dikenakan oleh bank kepada nasabah. SBDK belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung dari penilaian bank terhadap risiko masing-masing debitur atau kelompok debitur. Maka demikian, besarnya suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pekan lalu mengatakan pihaknya akan mengupayakan suku bunga kredit perbankan untuk terus turun secara selektif dan berhati-hati agar tidak menimbulkan persoalan baru di industri perbankan. Tentunya, dalam rangka upaya mendorong pemulihan ekonomi.
“Kami sudah sebenarnya sudah berhasil mendorong perbankan menurunkan suku bunga kredit produktif yang sudah terus turun sejak 2016 menjadi di bawah 10 persen,” ucapnya.
Menurut catatan OJK, suku bunga kredit modal kerja turun mulai Mei 2016 dari 11,74 persen menjadi 9,27 persen pada Januari 2021. Kemudian suku bunga kredit investasi posisi Mei 2016 sebesar 11,42 persen turun menjadi 8,83 persen pada Januari 2021 dan suku bunga kredit konsumsi sudah turun dari Mei 2016 posisi 13,74 persen menjadi 10,95 persen pada Januari 2021.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan selama masa pandemi, bank sentral telah berupaya keras menggunakan seluruh instrumen kebijakannya untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional. Di samping kebijakan suku bunga, Bank Indonesia juga telah melakukan penambahan likuiditas atau quantitative easing (QE) perbankan.
Per 16 Februari 2021, QE yang dilakukan Bank Indonesia sebesar Rp 750,38 triliun atau setara dengan 4,86 persen dari produk domestik bruto (PDB) sejak 2020 lalu. “Bank Indonesia juga telah menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 750,38 triliun atau 4,86 persen dari PDB termasuk salah satu yang terbesar emerging market,” ucapnya.