Senin 22 Feb 2021 10:34 WIB

IHSG Menguat Terkerek Optimisme Pemulihan Ekonomi

Investor menanti kajian relaksasi pajak guna mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Pasar saham domestik dibuka di zona hijau pada perdagangan awal pekan ini, Senin (22/2). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,95 persen ke level atau naik 58 poin ke level 6.290,87.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pasar saham domestik dibuka di zona hijau pada perdagangan awal pekan ini, Senin (22/2). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,95 persen ke level atau naik 58 poin ke level 6.290,87.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar saham domestik dibuka di zona hijau pada perdagangan awal pekan ini, Senin (22/2). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,95 persen ke level atau naik 58 poin ke level 6.290,87. 

Kepala Riset Reliance Sekuritas, Lanjar Nafi, mengatakan pasar merespons positif upaya pemerintah dalam melakukan pemulihan ekonomi. Salah satunya dari komponen relaksasi pajak. 

Baca Juga

"Selanjutnya investor akan menanti kajian relaksasi pajak guna mendukung pemulihan ekonomi nasional setelah pemerintah menaikan anggaran PEN menjadi sekitar Rp 688,3 triliun ," kata Lanjar, Senin (22/2). 

Dari faktor global, menurut Lanjar, kenaikan yield obligasi masih akan menjadi alasan investor untuk melakukan switching dari ekuitas yang telah naik signifikan sejak akhir tahun 2020 ke aset berisiko lebih rendah.

Sementara itu, Phillip Sekuritas Indonesia memperkirakan IHSG akan bergerak menguat sepanjang hari ini. Penguatan tersebut seiring dengan pergerakan indeks saham Asia yang cenderung naik. 

"Indeks saham Asia dibuka naik didorong oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat seiring pulihnya ekonomi global dari pandemi Covid-19," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya. 

Namun aksi jual di pasar obligasi global yang dipicu oleh ekspektasi lonjakan inflasi mendorong investor mempertimbangkan secara serius seberapa jauh ekspektasi inflasi yang lebih tinggi ini akan mengerek imbal hasil (yield) obligasi. Sentimen ini berpotensi menekan pasar saham. 

"Yield obligasi yang tinggi akan mengurangi daya tarik investasi di pasar saham dan akan memberi tekanan pada emiten yang selama ini bergantung pada sumber pendanaan berbunga rendah," terang Phillip Sekuritas Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement