Selasa 16 Feb 2021 14:57 WIB

Sri Mulyani Masih Pede Ekonomi RI Tumbuh 5 Persen di 2021

Menurut Sri Mulyani berbagai indikator ekonomi menunjukkan banyak perbaikan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali menggeser rentang proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2021, menjadi di kisaran 4,3 persen hingga 5,3 persen. Angka ini turun jika dibandingkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2021, yakni rentang 4,5 persen sampai 5,5 persen. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, kendati ada pergeseran proyeksi namun pemerintah masih optimistis ekonomi sanggup tumbuh tembus 5 persen pada 2021 ini. "Jadi kita nanti akan lihat kuartal pertama ini. Tapi range ini menggambarkan kita akan masih optimis di sekitar 5 persen untuk 2021," ujar Sri Mulyani dalam keterangan pers di kantor presiden, Selasa (16/2). 

Baca Juga

Ia menambahkan, dinamika proyeksi pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada sejauh mana perbaikan pada kuartal I 2021 ini. Menurutnya, berbagai indikator ekonomi menunjukkan banyak perbaikan kendati sejak awal tahun masih diberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). 

"Terjadi pemulihan yang akselerasinya masih terlihat nyata. Dan inilah yang kita upayakan di bulan Februari dan Maret ini. Supaya di kuartal I tetap bisa ada momentum pemulihan, baik QtoQ atau YoY," kata Sri. 

Apabila kinerja ekonomi di kuartal I 2021 cukup solid, Sri melanjutkan, maka rebound akan berlanjut di kuartal II dan III sehingga pemulihan ekonomi bisa lebih cepat. 

"Sekarang range-nya agak bergeser, tapi point estimate kita ada di 5 persen (pertumbuhan ekonomi)," kata Sri lagi. 

Sri juga menambahkan dorongan pemulihan ekonomi tahun ini juga didapat dari keberadaan lembaga pengelola investasi, yakni Indonesia Investment Authority (INA). Melalui lembaga ini, pemerintah sudah menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) hingga Rp 30 triliun melalui APBN 2020 dan 2021, serta Rp 45 triliun dalam bentuk inbreng saham milik negara yang dipisahkan. 

"Nah, Rp 75 triliun ini yang kita harapkan direksi INA akan lakukan secara kreatif berbagai hal yang bisa meningkatkan tidak hanya menggunakan resource yang kita miliki tapi menarik resources atau investasi dari partner sehingga dia bisa menciptakan nilai tambah," kata Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement