REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak menetap lebih tinggi pada akhir perdagangan Kamis (7/1) atau Jumat (8/1) pagi WIB. Harga minyak di pasar global tercatat mencapai level tertinggi 11 bulan, karena pasar tetap fokus pada janji tak terduga Arab Saudi untuk memperdalam pemotongan produksi dan penguatan ekuitas, mengabaikan gejolak politik di Amerika Serikat.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret naik delapan sen menjadi menetap di 54,38 dolar AS per barel setelah menyentuh 54,90 dolar, posisi tertinggi yang tidak terlihat sejak sebelum penguncian Covid-19 pertama di Barat.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS bertambah 20 sen menjadi ditutup pada 50,83 dolar AS per barel, setelah mencapai sesi tertinggi di 51,28 dolar AS.
Pada Rabu (6/1), harga minyak mentah berjangka sempat turun ketika pendukung Presiden Donald Trump menyerbu Capitol AS, setelah Trump mendesak mereka untuk memprotes pengesahan Kongres atas kekalahannya dalam pemilihan.
Harga minyak minggu ini telah didukung oleh janji Arab Saudi, eksportir minyak terbesar dunia, untuk memangkas produksi dengan tambahan satu juta barel per hari (bph) pada Februari dan Maret.
“Pada bulan depan, pasar bullish ini dapat kembali ke level yang lebih tinggi terutama dengan diuntungkan dari pengurangan produksi sukarela sebesar satu juta barel per hari di Arab Saudi,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois.