REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, nilai belanja perpajakan (tax expenditure) 2019 diestimasi mencapai Rp 257,2 triliun, atau sekitar 1,62 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah ini meningkat sebesar 14,24 persen dari nilai belanja perpajakan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 225,2 triliun, sekitar 1,52 persen dari PDB.
Laporan tersebut disampaikan BKF Kemenkeu dalam Laporan Belanja Perpajakan 2019. Laporan berisi estimasi atas jumlah dukungan pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada masyarakat dan dunia usaha pada 2019.
Tax expenditure atau belanja perpajakan sendiri merupakan potensi penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan dalam suatu tahun tertentu sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari ketentuan perpajakan umum (benchmark tax system).
Ketentuan khusus tersebut antara lain dalam bentuk pajak tidak terutang, pajak dibebaskan, pengurangan tarif pajak, dan sebagainya yang berpotensi mengurangi penerimaan negara (revenue forgone).
Berdasarkan jenis pajak, bagian terbesar belanja perpajakan pada 2019 berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yakni sebesar Rp 166,9 triliun atau 64,9 persen dari total estimasi belanja perpajakan.
Sebagian besar belanja perpajakan PPN dan PPnBM ini terkait dengan upaya pengurangan beban pajak pengusaha kecil.
Sementara itu, berdasarkan penerimanya, belanja perpajakan dimanfaatkan oleh dunia usaha (50,9 persen) dan rumah tangga (49,1 persen).
Belanja perpajakan juga diklasifikasikan berdasarkan tujuan dan fungsi. Berdasarkan tujuannya, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengembangkan UMKM adalah peruntukan terbesar belanja perpajakan 2019. Masing-masing nilainya adalah Rp 142,4 triliun dan Rp 64,7 triliun.