Selasa 15 Dec 2020 12:56 WIB

Januari, Singapura Buka Travel Bubble Bisnis Semua Negara

Singapura telah menghabiskan miliaran dolar AS untuk melindungi ekonominya.

Bandara Changi Singapura
Foto: AP
Bandara Changi Singapura

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Pemerintah Singapura mulai Januari akan membuka suatu jalur baru perjalanan terpisah untuk sejumlah bisnis, pejabat, dan pelancong bernilai ekonomi tinggi dari semua negara, kata pemerintah Singapura pada Selasa (15/12). Langkah itu adalah sebagai bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali sektor bisnis perjalanan dan perhotelan Singapura.

Singapura telah menghabiskan miliaran dolar AS dalam upaya untuk melindungi ekonominya dari penurunan terburuk yang pernah terjadi. Singapura juga mencoba untuk membuka kembali perjalanan internasional saat bersiap menjadi tuan rumah pertemuan tahunan para pemimpin politik dan bisnis dalam Forum Ekonomi Dunia tahun depan.

Para pelancong pertama akan dapat tiba mulai paruh kedua Januari melalui jalur baru, yang akan terbuka bagi mereka yang datang untuk tinggal dalam jangka pendek hingga 14 hari, kata kementerian perdagangan dan industri Singapura dalam sebuah pernyataan.

Gelembung perjalanan (travel bubble) ini akan melengkapi pengaturan lain yang dimiliki Singapura untuk perjalanan bisnis termasuk dengan China, Jerman dan Indonesia.

Di bawah pengaturan terbaru itu, para pelancong yang berkunjung ke Singapura harus mematuhi protokol kesehatan dan pengujian yang ketat, dan harus tetap berada dalam fasilitas terpisah. Misalnya, meskipun pelancong akan diizinkan untuk bertemu dengan pengunjung lokal, tetap akan ada pembatas -- yang dipasang dari lantai ke plafon -- yang memisahkan mereka.

Travel bubble adalah ketika dua atau lebih negara yang berhasil mengontrol atau menahan penyebaran virus corona sepakat untuk menciptakan sebuah gelembung atau koridor perjalanan. Gelembung itu akan memudahkan penduduk yang tinggal di dalamnya melakukan perjalanan secara bebas, dan menghindari kewajiban karantina mandiri.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement