Kamis 03 Dec 2020 06:31 WIB

KPPU Dianggap tak Tegas Atasi Polemik Impor Bawang Putih

Akibatnya terjadinya diskriminasi dalam pemberian kouta impor bawang putih.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Bawang putih
Foto: Abdan Syakura/Republika
Bawang putih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik impor bawang putih tak kunjung usai, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dinilai tidak tegas memberi rekomendasi kepada pemerintah yang hanya bersifat penyerderhanaan prosedur impor bawang putih. Akibatnya terjadinya diskriminasi dalam pemberian kouta impor dan tidak tepat waktu dalam pemenerbitan izin oleh pemerintah.

"Sehingga wajar bila importasi bawang putih terus menjadi polemik, sampai ada dugaan praktek suap kouta impor Hortikultura," ujar Sekretaris Forum Komunikasi Pengusaha dan Pedagang (FKP3) Umar Anshori, dalam keterangannya, Rabu (2/12).

Baca Juga

Umar mengatakan, FKP3 menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan persekongkolan antara pelaku usaha dengan pemerintah atau dengan pengusaha lainnya ke KPPU. Jadi tidak benar kalau KPPU bilang tidak ada laporan atas persekongkolan importasi bawang putih ini. 

"Kalau misal laporan kami tidak cukup bukti, kami minta kepada KPPU menyampaikan secara resmi kepada kami," tambahnya.

 

Umar menilai polemik importasi bawang putih sangat merugikan konsumen. Karena harga tidak stabil di pasaran, bisa terjadi spekulan pada harga bawang putih. Harga bawang putih diprediksi tahun 2021 sekitar Rp 22 ribu  per kg jenis sico. Sedangkan katting Rp 26 ribu per kg dan itu adalah harga importir. Jika ke konsumen mencapai Rp 30 ribu per kg. 

"Walaupun sebelumnya harga bawang putih  pada bulan April sampai Juni 2020 harga bawang putih hanya Rp 8000 per kg jenis sico sedangkan katting Rp 12 ribu," jelasnya.

Menurut Umar, bawang putih susah ditanam di Indonesia, jadi tak perlu dipaksakan tanam bawang putih. Apalagi, hasil panen di petani tahun ini banyak yang tidak terserap. Sedangkan bawang putih tersebut 95 persen impor, telah diakui oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sehingga bagaimana mungkin mau membatasi barang yang 95 persen tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan konsumen.

"Uang APBN miliaran yang dialokasikan untuk pengembangan bawang putih itu uang rakyat, mesti dipertanggungjawabkan. Jadi sudah seharusnya program tanam bawang putih dievaluasi keberhasilannya dan manfaatnya untuk masyarakat," tegasnya.

Lebih lanjut, Umar mengatakan, jika pemerintah berhasil mengembangkan bawang putih, sebaiknya dikembangkan sendiri berkerjasama dengan petani. Kecuali pemerintah mau mencari kambing hitam ketika tahun 2021 swasemba bawang putih gagal. Ia mengaku kasihan pada masyarakat, uang APBN miliaran pengembangan bawang putih hasilnya tidak jelas.

"Ditambah biaya wajib tanam swasta yang kenyataannya juga di pungut dari masyarakat konsumen dengan dibebankan ke harga modal importir, jelas ini semua beban masyarakat atau konsumen," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement