REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi inti pada November 2020 berada di level 1,67 persen dibandingkan tahun lalu atau year on year (yoy). Angka ini merupakan terendah sejak 16 tahun terakhir.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto menjelaskan, realisasi inflasi inti pada bulan lalu lebih rendah dibandingkan angka pada rilis pertama kali, yakni 2004. "Rilis pertama tahun 2004 masih lebih tinggi dari inflasi inti bulan ini yang sebesar 1,67 persen," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (1/12).
Penurunan inflasi inti sudah terjadi sejak Maret 2020 atau ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan pandemi Covid-19. Meskipun sempat pulih pada Agustus sebesar 0,29 persen, komponen inflasi ini kembali turun hingga bulan lalu.
Secara bulanan, komponen inflasi inti mengalami 0,06 persen dengan andil terhadap inflasi November mencapai 0,04 persen. Sementara itu, untuk tahun kalender (Januari-November 2020) inflasi inti berada pada level 1,55 persen.
Sebelumnya, pada konferensi pers inflasi edisi September, Kepala BPS Suhariyanto sempat memberikan penekanan terhadap tren inflasi inti ini. "Dari sisi pasokan cukup, tapi dari sisi permintaan, tampaknya daya beli masyarakat masih rendah," ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (1/10).
Secara keseluruhan, BPS mencatat, inflasi pada November berada di level 0,28 persen (month to month/ mtm) dengan inflasi tahun kalender mencapai 1,23 persen. Secara tahunan, tingkat inflasi sebesar 1,59 persen.
Merujuk catatan BPS, ini menjadi inflasi kedua kalinya setelah Indonesia mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut sepanjang Juli sampai September. Pada Oktober, tingkat inflasi adalah 0,07 persen (mtom) dengan inflasi tahun kalender 0,95 persen.
Setianto mengatakan, BPS bulan lalu terutama dikarenakan kenaikan harga daging ayam yang memberikan kontribusi 0,08 persen. Telur ayam ras dan cabang merah yang mengalami kenaikan harga juga menyumbang sebesar 0,04 persen, sementara bawang merah memberikan andil 0,03 persen.
Kenaikan harga komoditas itu menyebabkan kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi 0,86 persen pada bulan lalu. Kontribusi kelompok ini terhadap inflasi pun sangat signifikan, yaitu hingga 0,22 persen.
Setianto menekankan dampak musim penghujan terhadap tren kenaikan inflasi bulan-bulan mendatang. Khususnya terhadap komoditas bahan makanan yang rentan terhadap cuaca dari sisi produksi maupun distribusi.
"Cuaca, ombak tinggi dan curah hujan yang tinggi, ini bisa menghambat distribusi barang dari produsen ke konsumen," tuturnya.