REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BUMN Wika terus mengejar pembangunan smelter Nikel. Proyek Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Kobalt dengan Teknologi (HPAL) ini menjadi inti dengan bekerja kerja sama dengan CMI.
Smelter tersebut diproyeksikan memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 100.000 ton/tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) (40% Ni dan 4% Co dalam MHP) dan 158.000 ton/tahun konsetrat Chromium.
Proyek Pembangunan Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian Kobalt dengan Teknologi (HPAL) yang menjadi inti pada kerja sama dengan CMI – WIKA tersebut diproyeksikan memiliki kapasitas produksi per tahun sebesar 100.000 ton/tahun Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) (40% Ni dan 4% Co dalam MHP) dan 158.000 ton/tahun konsetrat Chromium.
Proyek pembangunan smelter ini semakin menambah portofolio WIKA yang sebelumnya telah berhasil menyelesaikan Pabrik Feronikel RKEF Halmahera Timur. Selian itu membangun Ore preparation line 4 MOP – PP RKEF FeNi Pomalaa, Sulawesi Tenggara, RKEF Non Crucible Furnace MOP - PP Pomalaa, Sulawesi Tenggara, serta Refining System MOP PP RKEF FeNi 1 Pomalaa, Sulawesi Tenggara; dan Chemical Grade AluminaTayan, Kalimantan Barat.
"WIKA menyambut positif kepercayaan besar yang diberikan oleh PT. CNI. Insha Allah, proyek ini dapat selesai tepat waktu dengan kualitas yang memuaskan dan bisa menjadi titik ungkit kebangkitan industri berbasis mineral di tanah air dan dunia,” ujar Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito dalam sambutannya Kamis siang lalu (26/11).
Dalam rencana, fasilitas produksi utama pada pabrik tersebut adalah Ore preparation facility dan Hydrometallurgical plant berkapasitas 3,6 juta ton/tahun (dry base), Limestone treatment plant berkapasitas 770 ribu ton/tahun (wet base), Sulfuric Acid Plant berkapasitas 550 ribu ton/tahun, Residue storage facilites berkapasitas 970 ribu ton tailing, serta peralatan penunjang lainnya.
“Semoga dengan ditandatanganinya kontrak strategis ini, PT CNI bisa mengoptimalkan besarnya potensi nikel di dalam negeri dan menjadikan industri hulu dan hilir nikel sebagai sektor yang diprediksi bakal prospektif dalam beberapa tahun ke depan. Semoga dengan semangat merah putih yang menjadi semangat kita semua, komoditas nikel menjadi harapan untuk menggenjot pertumbuhan industri logam dasar, sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Direktur Utama PT CNI, Derian Sakmiwata.
Rencananya, proyek ini akan berlangsung selama 36 bulan kalender kerja. Lingkup pekerjaan WIKA meliputi: Engineering, Procurement, Construction, Commisioning, dan Financing. Mengimplementasikan Teknologi Terkini
Proyek Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Nikel dalam pengoperasiannya kelak akan menggunakan rute Rotary Kiln – Electric Furnace yang sudah terbukti (proven) untuk mengolah bijih nikel kadar 1.59% Ni menjadi ferronickel dengan kadar 22%.
Berbeda dengan pabrik nikel di Indonesia pada umumnya yang menggunakan electric furnace tipe circular, pabrik ini menggunakan electric furnace tipe rectangular yang memiliki keunggulan, antara lain, pertama, memiliki konsumsi energi/ton atau kWh/ton yang lebih efisien karena menggunakan desain electrode yang tercelup slag (submerged).
Kedua, memiliki service life yang lebih lama karena fleksibilitas struktur rectangular yang sangat baik mengatasi masalah ekspansi furnace. Ketiga, Memiliki tingkat recovery Ni yang lebih baik, melalui bagian slag settling yang diperpanjang oleh dimensi rectangular.
Selain itu, dengan penggunaan teknologi HPAL mampu memaanfaatkan bijih nikel kadar rendah (limonit) untuk diambil mineral berharganya seperti kobalt dan nikel secara ekonomis. Ini dikarenakan Konsumsi energi yang rendah, sehingga meminimalisir biaya operasional (Opex) dan memiliki tingkat perolehan (recovery) Nikel dan Kobalt yang tinggi hingga 90%.
Dalam pembangunan smelter Nikel kali ini, proyek yang dikerjakan bersama PT WIK dan CNI itu berbeda dengan pabrik nikel di Indonesia pada umumnya. Smelter yang lazim ada menggunakan electric furnace tipe circular. Sedangkan pabrik ini menggunakan electric furnace tipe rectangular yang memiliki banyak keunggulan. Ini antara lain, memiliki konsumsi energi/ton atau kWh/ton yang lebih efisien karena menggunakan desain electrode yang tercelup slag (submerged).
Selain itu juga memiliki service life yang lebih lama karena fleksibilitas struktur rectangular yang sangat baik mengatasi masalah ekspansi furnace. Sedangkan keunggulan lainnya, memiliki tingkat recovery Ni yang lebih baik, melalui bagian slag settling yang diperpanjang oleh dimensi rectangular.