REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) kembali menyampaikan permintaannya kepada pemerintah agar rencena kenaikan taif cukai rokok pada 2021 dikaji ulang. APTI mengingatkan situasi dan kondisi sentra tembakau di dua tahun terakhir yakni 2019 dan 2020 sedemikian parah hingga menyebabkan penyerapan industri atas hasil perkebunan tembakau juga mengalami penurunan yang luar biasa.
"Perekonomian sentra tembakau ambruk karena lemahnya penyerapan industri dan hancurnya harga pembelian oleh industri," ujar Ketua DPN APTI, Agus Parmuji, di Jakarta, Rabu (25/11).
Permintaan itu bahkan secara resmi telah disampaikan pengurus APTI melalui sepucuk surat kepada Menteri Keuangan dan Kepala Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Moeldoko. Surat dilayangkan pekan lalu atau dua hari setelah tiga orang perwakilan APTI diterima Moeldoko di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat. Perwakilan APTI diterima KSP di sela demonstrasi di depan Istana Presiden yang meminta agar rencana kenaikan cukai rokok dibatalkan.
APTI juga mengkritisi rencana pemerintah untuk tetap bersikeras menaikkan tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM), yang disebut-sebut berkisar 13 hingga 20 persen. “Bagi APTI, SKM adalah salah satu produk yang banyak menyerap tembakau lokal. SKM bisa dikatakan sebagai produk yang padat bahan baku nasional,” kata Agus menjelaskan.
Berdasarkan fakta itu, Agus mengatakan APTI mengusulkan agar besaran kenaikan cukai produk SKM maksimal hanya lima persen. Ia khawatir kenaikan cukai yang tinggi akan membuat peredaran rokok ilegal jenis SKM akan kian merajalela
Di sisi lain, APTI menyambut positif rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai produk sigaret kretek tangan (SKT). Lantaran SKT merupakan produk yang banyak melibatkan tenaga kerja. Tidak adanya kenaikan tarif akan membantu produsen untuk mempertahankan tenaga kerja yang ada.
APTI berharap tarif cukai untuk kedua produk tersebut, yang banyak bernuansa nasional, dipertimbangkan secara matang oleh Pemerintah. "Harapan kami, pemerintah mempertimbangkan kedua produk nasional tersebut agar kenaikan cukai ke depan tidak berdampak pada ambruknya ekonomi masyarakat pertembakauan dan turunannya," imbuh Agus.
Selain tarif cukai, APTI juga menyampaikan masukan terhadap rencana program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Dalam aturan sekarang, 50 persen dari DBHCHT dialokasikan ke sektor pertanian.
Dari alokasi tersebut, petani tembakau memperoleh 10 persen. APTI mengusulkan agar persentasenya dinaikkan hingga minimal 35 persen dan bentuknya berupa bantuan langsung tunai.