REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia masih belum melanjutkan proyek pembangunan pabrik pemurnian hasil pertambangan (smelter) miliknya di Gresik. Alasanya, karena pandemi Covid-19.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengaku sudah melayangkan surat teguran kepada Freeport karena keterlambatan proyek smelter ini. Surat teguran sudah disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) kepada PTFI pada 30 September 2020 lalu.
Ada dua poin penting dalam surat teguran bernomor 1197/36/DJB/2020 tersebut. Pertama, agar pelaksanaan pilling test dan pile load test dipercepat dan dapat dilaksanakan paling lambat akhir Oktober 2020. Kedua, PTFI diminta untuk segera menyampaikan time line pelaksanaan kegiatan pilling test dan pile load test.
Atas Surat Teguran di atas, PTFI memberikan tanggapan melalui surat nomor 508/OPD PTFI/IX/2020 tanggal 30 September 2020. PTFI menyampaikan, pilling test dan pile load test akan mengalami keterlambatan.
"Semula direncanakan pada akhir September 2020. Namun baru dapat dilakukan pada awal November 2020," ujar Arifin dalam Rapat Kerja yang digelar Komisi VII DPR RI, Senin (23/11).
Setelah itu, sambung Arifin, PTFI kembali menyampaikan surat nomor 516/OPDPTFI/XI/2020 tanggal 11 November 2020 perihal jawaban surat teguran terlambatnya kegiatan konstruksi smelter. Poin dari surat tersebut adalah, pertama, PTFI sudah memberikan notice to proceed ke Chiyoda selaku kontraktor untuk melakukan pekerjaan test pilling.
Kedua, Chiyoda sudah mulai melakukan pengadaan dan mobilisasi peralatan serta pekerja ke Gresik. Ketiga, kegiatan fisik test pile drive di area prioritas pembangunan smelter baru dapat dilakukan pada akhir November 2020.
Secara keseluruhan, Arifin mengungkapkan, progres proyek smelter tembaga baru PTFI itu baru mencapai 5,86 persen. Berdasarkan informasi yang dipaparkannya, tahap konsolidasi fondasi sudah 60-70 persen dan belum memulai tahap piling yang rencananya akan digelar pada Oktober 2020-Januari 2021.
Hingga Agustus 2020, investasi yang sudah terserap untuk proyek berkapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun ini mencapai 300 juta dolar AS. Arifin menyatakan, target penyelesaian proyek ini masih tetap sama. "Direncanakan beroperasi pada tahun 2023," sebut Arifin.
Secara umum, Arifin pun membeberkan kendala penyelesaian proyek smelter pada masa pandemi Covid-19 ini. Pertama, tertundanya pengiriman peralatan maupun kedatangan tenaga ahli dari luar negeri.
Kedua, penerapan PSBB di Indonesia menghambat mobilisasi tenaga kerja dan logistik. Ketiga, kesepakatan pendanaan yang tertunda.