REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI – Para pemimpin 20 ekonomi terbesar di dunia atau dikenal sebagai G20 mendukung rencana perpanjangan pembekuan pembayaran layanan utang oleh negara-negara termiskin hingga pertengahan 2021. G20 juga mendukung pendekatan umum untuk menangani masalah utang mereka.
Dalam pernyataan bersama, para pemimpin G20 juga sangat mendorong kreditor swasta untuk mengambil bagian dalam inisiatif ini dengan persyaratan yang sebanding. Mereka berkomitmen mengawasi tantangan khusus yang dihadapi negara-negara Afrika dan pulau kecil.
Seperti dilansir di Reuters, Senin (23/11), inisiatif keringanan utang G20 diluncurkan tidak lama setelah dimulainya pandemi pada musim semi. Layanan ini telah membantu 46 dari 73 negara yang memenuhi syarat untuk ditangguhkan pembayaran utang pada 2020 dengan nilai 5,7 miliar dolar AS.
Fasilitas tersebut membebaskan beban sementara bagi negara-negara yang kini sedang fokus memerangi pandemi dan harus menopang ekonomi mereka.
Tapi, kurangnya partisipasi sektor swasta dan kecemasan negara-negara tentang akses masa depan ke pasar modal membatasi keberhasilan pembekuan utang. Pada awalnya, layanan ini diproyeksikan mampu memfasilitasi utang sekitar 12 miliar dolar AS.
Beberapa negara kreditur besar, termasuk China, juga gagal melibatkan semua lembaga milik negara seperti China Development Bank, dalam menanggapi permintaan keringanan utang.
Krisis kesehatan pandemi Covid-19 telah memperburuk kekhawatiran tentang tingkat hutang yang tinggi. Hal ini tidak hanya berpengaruh pada negara berpenghasilan rendah, juga beberapa negara berpenghasilan menengah.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyerukan implementasi yang cepat dan efektif dari kerangka kerja penanganan utang untuk memberikan keringanan utang permanen kepada negara-negara termiskin. Tapi, ia juga menekankan, banyak negara lain yang membutuhkan bantuan.
“Ke depan, kami juga harus membantu negara-negara yang tidak tercakup dalam kerangka kerja untuk mengatasi kerentanan utang sehingga ekonomi mereka dapat menjadi lebih tangguh,” tutur Goergieva dalam sebuah pernyataan setelah berpidato di depan para pemimpin G20.
Penasihat PBB dan direktur eksekutif Jubilee USA Network Eric LeCompte mengatakan, kerangka kerja baru mengenai utang harus mendorong sektor swasta untuk terlibat. Sebab, keringanan utang G20 bergantung pada negara-negara yang meminta perlakuan serupa dari kreditor swasta, namun tidak menawarkan jaminan.
LeCompte menjelaskan, inisiatif G20 juga harus memperluas cakupan karena telah mengabaikan negara-negara yang segera membutuhkan bantuan. "Enam dari 12 negara dengan angka kematian Covid tertinggi merupakan negara berpenghasilan menengah yang berada di luar lingkup proses utang G20," katanya.
Salah satu negara yang sudah berkomitmen memperluas bantuan adalah Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam terbuka untuk ekspansi kerangka kerjanya agar mencakup negara-negara berpenghasilan menengah dan kepulauan kecil. Tapi, para pejabat AS mengatakan, pandangan tersebut kini tidak dimiliki semua anggota G20.