REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki dalam partisipasi angkatan kerja menjadi semakin meningkat akibat pandemi Covid-19. Menurutnya, dampak dari krisis kesehatan ini lebih terasa bagi perempuan mengingat sektor seperti restoran, akomodasi, hotel, dan pekerja rumahan yang paling tertekan.
"Dampaknya lebih berat lagi bagi perempuan. Dengan kondisi seperti ini akibatnya ketimpangan gender semakin meningkat dan terjadi penurunan partisipasi angkatan kerja perempuan," katanya dalam acara UN Women Asia Pacific WEPs Awards Ceremony in Indonesia di Jakarta, Rabu (18/11).
Menurut laporan awal dari ADB-UN Women’s High-Level Roundtablepada 2020 menyatakan sebanyak 54 persen dari 75 juta pekerja di restoran dan industri akomodasi adalah perempuan. "Karena itulah mereka adalah pihak yang menderita dari kondisi ini karena kegiatan mereka lah, pekerjaan mereka lah yang paling terdampak Covid-19," ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan perempuan kehilangan 50 persen jam kerjanya sedangkan laki-laki hanya kehilangan 35 persen sehingga terjadi implikasi yang asimetris dari Covid-19 khususnya di sektor-sektor formal di Asia.
Tak hanya itu, ia menuturkan di tingkat global pendapatan dari 740 juta pekerja perempuan di sektor informal juga berkurang sebesar 60 persen dalam bulan pertama setelah terjadinya Covid-19.
Ia melanjutkan sekitar 40 persen dari pekerja perempuan di seluruh dunia bekerja di sektor-sektor yang paling terdampakdan bahkan, 70 persen pekerja di sektor sosial dan layanan kesehatan merupakan perempuan sehingga mereka menjadi lebih rentan.
"Dunia juga mengalami kehilangan jam kerja yang cukup signifikan sebesar 18,9 persen pada 2020 atau 340 juta lapangan kerja full time atau purna waktu pada paruh kedua 2020," katanya.
Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan angkatan kerja perempuan di Indonesia lebih rendah dari negara lain sejak sebelum pandemi sehingga sekarang jumlahnya semakin turun akibat Covid-19.
"Indonesia pada 2020 partisipasi kerja perempuan juga telah sedikit menurun dari 55,5 persen tahun lalu menjadi 54,56 persen sementara tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki justru meningkat," ujarnya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020, partisipasi gender Indonesia dan ketimpangan upah atau pay gap masih 23 persen yang artinya perempuan mendapatkan upah 23 persen lebih rendah dibanding laki-laki.
"Ini untuk konteks Indonesia, di tingkat global ketimpangan upah gender ini 16 persen artinya perempuan dibayar jauh lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki," katanya.
Di Indonesia, perempuan yang bekerja sebagai yang pekerja profesional jumlahnya masih kurang dari 15 persen dan bahkan, untuk di tingkat manajer hanya sekitar 40 persen, sementara secara umum 50 persen.
"Artinya, lingkungan kerja di Indonesia menempatkan perempuan sebagai minoritas dan mereka menghadapi tantangan yang jauh lebih besar untuk bekerja di sektor-sektor yang sama dengan laki-laki," tegasnya.