REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani tembakau masih merasakan dampak kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 23 dan 35 persen yang diberlakukan akhir 2019. Kini di tengah pandemi dan kondisi ekonomi yang resesi, beban petani tembakau akan bertambah bila pemerintah kembali akan menaikkan cukai yang sama pada 2021.
Ribuan petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Seluruh Indonesia (APTI) dari berbagai daerah siap datang ke Jakarta menemui Presiden Jokowi untuk menyampaikan kekeberatan dan kekecewaannya. Petani tembakau berharap Presiden Jokowi membatalkan rencana kenaikan cukai itu.
Hal itu tersebut disampaikan pengurus APTI di Jakarta. Mereka yang menyampaikan kegelisahan petani itu di antaranya Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APTI Agus Pamuji, Ketua APTI Jawa Barat Suryana, Ketua APTI Nusa Tenggara Barat (NTB) Sahminudin, dan ketua APTI Jawa Tengah Nurtantio Wisnu Broto.
“Ribuan anggota masyarakat petani tembakau dari berbagai kabupaten dan kota di Jawa Barat siap berdemo di Jakarta dengan biaya sendiri," ujar Suryana. "Kami bahkan siap menginap di Jakarta, jika pemerintah tidak mau mendengar keluhan kami.”
Suryana mengatakan pemerintah sudah sepantasnya berpihak kepada kepentingan nasional dan petani tembakau, juga melindungi petani tembakau dan industri rokok nasional. Selama ini petani dan industri rokok nasional sudah memberikan sumbangan yang banyak bagi keuangan negara.
“Saat ini petani tembakau sudah sangat menderita. Selain kelangkaan pupuk, akibat kenaikan cukai rokok yang sangat besar pada 2019 lalu, yang membuat pembelian tembakau menurun," ucap Suryana.
Ketua APTI NTB, Sahminudin, mengatakan setiap kenaikan satu persen cukai rokok menyebabkan, 1,2 miliar batang rokok tidak laku terjual. Itu berdampak pada berkurangnya pembelian tembakau oleh industri rokok ke petani tembakau.
Akibat kenaikan cukai rokok 23 persen tahun lalu, ditambah wabah covid dan resesi ekonomi, menjadikan sebanyak 60 miliar batang rokok tidak laku terjual. Jika pemerintah kembali menaikan cukai maka akan semakin banyak jumlah batangan rokok yang tidak terserap pasar. "Itu berarti akan semakin banyak tembakau petani yang tidak bisa dibeli atau tidak terserap oleh produsen rokok," katanya mengingatkan.
Kenaikan cukai juga akan memukul industri rokok. Menurut Sahminudin kalau industri rokok mengurangi jumlah produksinya, pendapatan negara dari cukai rokok juga akan berkurang jauh. Karen itu, ia mendukung sikap Kementerian Perindustrian yang menolak kenaikan cukai. "Kementrian Perindustrian memahami kesulitan industri rokok," ujarnya.