REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah berupaya mengurangi ketergantungan energi fosil pada pembangkit listrik. Batu bara yang selama ini menjadi sumber primer bagi pembangkit dalam negeri pun mulai coba ditekan dan dibaurkan dengan energi baru terbarukan (EBT).
PT Bukit Asam Tbk (Persero) atau PTBA yang selama ini memasok batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pun mulai beralih melirik bisnis lain. Salah satunya ke proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan, PLTS yang sudah bangun perseroan berada di atap gedung Airport Operation Control Center (AOCC) Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero). PTBA menggandeng anak usaha dari PT LEN Industri yaitu PT Surya Energi Indonesia.
"Kita sudah mulai dengan AP II di Cengkareng sehingga sebagian listriknya dari PLTS. Kita sudah resmikan gunakan tenaga surya oleh PTBA dan kita jajaki bandara lainnya," kata Arviyan dalam diskusi virtual, Rabu (21/10).
Di Gedung AOCC, PTBA menggunakan sebanyak 720 solar panel system dengan photovoltaics berkapasitas maksimal 241 kilowatt per peak (kWp). Selain bandara, PTBA juga membidik lokasi area jalan tol yang dikelola PT Jasa Marga Tbk (JSMR) untuk dibangun PLTS dan memanfaatkan area di sekitar Danau Toba yang dikelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
Selain lokasi komersial yang dimiliki tiga BUMN, PTBA juga bakal membangun PLTS di lahan pasca tambang perseroan. Dua di antaranya di Ombilin dan Tanjung Enim.
Di Ombilin, Sawahlunto, luas area pasca tambang mencapai 2.000 hektare. Kata dia, kalau 1.000 hektare bisa dimanfaatkan untuk PLTS, bisa menghasilkan listrik 1.000 mWp. Di Tanjung Enim area pasca tambangnya ada 95.000 hektare, kalau dipakai 5.000 hektare bisa menghasilkan 5.000 mWp.
"Persoalannya adalah bagaimana insentifnya pemerintah untuk pengembangan tenaga surya ini," ungkap dia.