REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta - Upaya Pemerintah dalam mengembangkan sagu nasional terus dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan memprioritaskan pengembangan industri sagu berbasis perkebunan sesuai amanat Perpres No. 18 tahun 2020 tentang RPJM nasional tahun 2020-2024.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Musdalifah Macmud mengatakan bahwa sagu merupakan kompditas penting sebagai asupan makanan sehat pengganti beras.
"Masyarakat jangan hanya tergantung kepada beras sebagai sumber utama pangan nasional, tetapi mulai saat ini kita harus berupaya mewujudkan sagu sebagai salah satu pangan Indonesia," ujar Musdalifah saat mengikuti Pekan Sagu Nasional, Selasa (20/10).
Menurut Musdalifah, saat ini Indonesia memiliki luas lahan sagu sekitar 5,5 juta hektare. Namun di tahun 2019, lahan sagu yang dimanfaatkan baru sekitar 314 ribu hektare atua 5,79 persen dengan proporsi olahan 96 persen oleh perkebunanan rakyat dan 14,4 persen dikelola oleh perkebunan swasta.
"Ini menunjukan bahwa potensi lahan sagu kita masih cukup besar dan perlu kita kembangkan dan optimalkan. Apalagi sagu memiliki dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan peningkatan ekonomi," katanya.
Musdalifah menyampaikan, kontribusi ekspor sagu di tahun 2019 mencapai 108,89 miliar dari total volume ekspor sebanyak 26,6 ribu ton dengan negara tujuan India, Malaysia, Jepang, Thailand, dan Vietnam.
"Kondisi ini membuktikan bahwa produk sagu Indonesia sangat diminati pasar global. Terlebih sagu memiliki potensi yang sangat penting dan bukan hanya menjaga ketahanan pangan saja tetapi untuk menghasilkan devisa negara dan kesejahteraan rakyat," katanya.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang mewakili Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto berjanji akan mengembangkan sagu Indonesia sehingga memiliki nilai lebih di pasar global.
"Pemerintah terus mendorong diversifikasi produk dan konsumsi agar dapat menjaga ketahanan pangan nasional. peningkatan diversifikasi pangan lokal dilakukan melalui penyebaran inovasi produk produk pangan yang sehat dan bergizi sehingga dapat memberikan opsi kepada masyarakat untuk mengkonsumsi berbagai lainnya selain beras," katanya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan), Momon Rusmono mengatakan bahwa makanan sagu bisa menjadi alternatif pangan sehat dan bergula rendah yang bisa dikonsumsi masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, kata Momon, pemerintah baru saja mengoptimalkan lahan sagu seluas 314.000 hektare.
"Dari 5,5 juta hektare, baru 314.000 hektare saja yang digunakan, itu pun dengan provitas 3,57 ton per hektare, yang sebenarnya bisa ditingkatkan lagi jadi 10 ton," katanya.
Menurut Momon, provitas yang rendah disebabkan lebih kepada metode pengolahan yang masih tradisional. Untuk itu, Kementan sedang menyiapkan beberapa kebijakan agar optimalisasi sagu menjadi bahan pangan pokok alternatif pengganti beras.
"Kebijakan itu berupa perluasan area tanaman sagu serta upaya peningkatan produktivitas dan peningkatan kualitas dari sagu itu sendiri. Untuk produktivitas ini tentu teman-teman LitBang agar provitas meningkat, lalu kualitas ditingkatkan melalui fasilitasi sarana prasarana sagu dan diversifikasi produk tidak hanya untuk papeda namun juga yang lain," katanya.
Di tempat yang sama, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan mengaku optimistis bahwa Provinsi Papua Barat mampu mengembangkan sagu dengan pesat. Apalagi luas areal sagu di Provinsi Papua Barat mencapai 510 ribu dan baru digarap sebagai dusun dan kebab sagu seluas 20 ribu hektare atua sekitar 3,9 persen.
"Ini harus menjadi momentum gerakan awal untuk merangkai kerjasama yang erat antara berbagai stakeholder, supaya pengelola sagu mulai dari hulu hingga ke hilir memiliki dampak pada kesejahteraan masyarakat," tutupnya