REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai, konsumsi pemerintah menjadi mesin utama untuk membawa perekonomian Indonesia kembali menuju zona positif pada kuartal ketiga. Sebab, faktor-faktor ekonomi lain seperti konsumsi rumah tangga dan investasi diyakini mengalami kontraksi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan, konsumsi pemerintah pada kuartal ketiga akan tumbuh dua digit. Angkanya bahkan mendekati batas atas perkiraan 18,8 persen (year on year/yoy). "Ini jadi kontributor utama untuk mengangkat kembali ekonomi kita ke nol persen atau di zona positif," ujarnya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin (19/10).
Akselerasi konsumsi pemerintah tidak terlepas dari pelaksanaan berbagai program bansos yang tertuang dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sri meyakini, implementasi program tersebut dapat meningkatkan realisasi serapan belanja negara di kuartal ketiga secara signifikan setelah mengalami kontraksi 6,9 persen pada kuartal sebelumnya.
Kemenkeu mencatat, realisasi belanja negara pada kuartal ketiga sudah mencapai Rp 771,4 triliun, naik hampir 25 persen dibandingkan kuartal sebelumnya, Rp 617,3 persen.
Sepanjang 2020, belanja pemerintah pusat menjadi satu-satunya komponen Produk Domestik Bruto (PDB) yang diperkirakan tumbuh di zona positif. Pertumbuhannya diproyeksikan berada pada rentang 0,6 persen hingga 5,2 persen (yoy).
Sedangkan, konsumsi rumah tangga dan Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang biasa menjadi mesin penggerak utama ekonomi Indonesia diyakini tumbuh negatif, yaitu di rentang minus satu persen sampai minus 1,5 persen (yoy). Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi juga diperkirakan tumbuh minus 8,5 persen hingga minus 6,4 persen (yoy).
Meski tumbuh negatif, Sri menyebutkan, proyeksi dua komponen itu masih lebih baik dibandingkan realisasi periode April hingga Juni. Dalam periode itu, konsumsi rumah tangga dan LNPRT tumbuh negatif 5,6 persen (yoy), sedangkan PMTB menyusut 8,6 persen (yoy).
Dengan tren itu, Sri berharap, konsumsi dan PMTB dapat menjadi driver penggerak ekonomi di kuartal berikutnya, menggantikan belanja pemerintah. "Kita harap, sesudah ini, faktor-faktor ekonomi lain seperti mesin konsumsi dan investasi akan bisa bergerak lagi ke zona positif," ucapnya.