REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meyakini Indonesia masih memiliki akses terhadap pasar dalam menyerap surat berharga negara (SBN) untuk pembiayaan Covid-19. Hal ini ia yakini meski sempat ada kepanikan pelaku pasar pada April dan Juni 2020.
“Meski dalam situasi seperti itu Indonesia dengan reputasi yang baik, kami masih memiliki akses terhadap pasar,” katanya di Jakarta, Jumat (16/10).
Menurut Menkeu, meski memasuki pasar keuangan saat terjadi turbulensi akibat pandemi Covid-19, namun SBN pemerintah masih diserap investor karena menawarkan bunga yang menarik. Adapun imbal hasil SBN tenor 10 tahun adalah sebesar 6,9 persen per 1 Oktober 2020.
Menkeu melanjutkansaat ini pemerintah juga bekerja sama dengan pelaku pasar keuangan dalam negeri dan juga Bank Indonesia (BI) Keterlibatan bank sentral dalam membeli SBN pemerintah di pasar perdana karena membutuhkan pembiayaan yang luar biasa besar dan dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya atau unprecedented.
“BI juga bisa membeli SBN pemerintah di pasar perdana tanpa menciptakan kesan bahwa kami akan mengancam independensi BI. Ini unprecedented, kami butuh banyak komunikasi, dalam waktu yang sama mendesain kebijakan apa yang tepat,” katanya.
Meski begitu, Menkeu memastikan kebijakan itu dilakukan secara hati-hati dan tidak sembarangan serta transparan. Krisis pandemi Covid-19 membuat pemerintah memperlebar defisit fiskal APBN 2020 yang sebelumnya mencapai 1,7 persen kini menjadi 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mengalokasikan Rp 695,2 triliun di antaranya untuk kesehatan, perlindungan sosial, dukungan UMKM hingga insentif usaha.
“Kami sangat prudent dan hati-hati menggunakan pilihan dan kebijakan dan instrumen. Ini sangat penting ketika kami harus menstabilkan pasar, ketika kami harus memiliki utang berkelanjutan dan juga agar kami mampu menyelamatkan masyarakat dan mata pencahariannya,” tuturnya.