REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang menyiapkan pos anggaran belanja iklan untuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC- PEN). Menkominfo Johnny G Plate mengatakan, belanja iklan ini nantinya dilakukan melalui media nasional maupun lokal hingga akhir tahun.
"Kominfo juga sedang menyiapkan Media Placement untuk KPC PEN melalui media nasional dan lokal sampai Desember 2020, sudah disepakati antara Menteri BUMN (KPC PEN), Menkeu sebagai BUN (Bendahara Umum Negara) dan Menkominfo," ujar Johnny melalui pesan singkatnya, Senin (28/9).
Ia mengatakan, belanja iklan melalui media ini nantinya akan dianggarkan melalui realokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran APBN 2020 sektor Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN).
"Diabiayai melalui realokasi Dipa APBN 2020 sektor KPC-PEN kepada Dipa Kominfo," ujar Johnny.
Johnny mengatakan, langkah ini juga bagian upaya pemerintah memberikan insentif kepada media yang terdampak pada masa pandemi Covid-19. Sebelumnya, kata Johnny, Pemerintah telah mengeluarkan tujuh insentif, diantara satu poinnya juga mengintruksikan agar semua kementerian mengalihkan anggaran belanja iklannya, utamanya iklan layanan masyarakat kepada media lokal.
Terkait hal ini, Kemenkominfo, kata Johnny telah menyurati kementerian atau lembaga maupun pemerintah daerah untuk mengalihkan belanja iklan tersebut ke media. "Terutama iklan layanan masyarakat ke media nasional dan media lokal, ya proses itu sedang berjalan," ujar Johnny.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR mendorong pemerintah memberi perhatian lebih terhadap keberlangsungan media di masa pandemi Covid-19. Ia berharap pemerintah baik lembaga-lembaga pemerintah maupun kementerian mempunyai kebijakan afirmatif belanja media.
Sebab, adanya pandemi Covid-19 membuat pendapatan perusahaan menurun dan berpengaruh dalam anggaran belanja media. Hal ini juga mengancam keberlangsungan industri media dan produk media tersebut.
"Bisa dibayangkan kalau teman-teman jurnalis tidak bisa lagi dipekerjakan oleh industri media. Hoaks, disinformasi, dan lainnya akan merajalela. Kerja jurnalis itu harus di dukung pemerintah, lembaga-lembaga pemerintah, kementerian dan lainnya harus punya kebijakan afirmatif belanja media,” katanya.
Lebih jauh, tokoh dari Sulawesi Tengah ini menegaskan, kebijakan afirmatif bagi keberlangsungan industri media mutlak diperlukan disaat ini. Dimasa gempuran informasi yang bertubi-tubi menurutnya hanya kerja jurnalistik yang bisa menjadi harapan dari masyarakat informasi yang sehat.
“Industri pers itu dalam pengeluarannya sama dengan industri lain. Dia butuh belanja mulai dari energi yang dipakai, kertas, biaya kantor dan Gudang, sampai biaya riset dan inovasi. Sialnya, industri media tidak bisa bekerja serta merta hanya untuk mencari untung seperti industri komersil lainnya. Dari situlah panggilan tanggung jawab pemerintah karena pers merupakan bagian dari pilar demokrasi,” ungkapnya.
Menurut Ali, beban biaya yang dikeluarkan perusahaan media untuk menghasilkan produk jurnalistik yang baik semestinya dapat diringankan oleh pemerintah. Hal ini semata-mata demi menyokong produk informasi yang kredibel bagi publik.
“Keringanan pajak, biaya listrik, menghilangkan PPn kertas, dan keringanan lainnya pada level korporasi perlu diberikan. Selain itu, perlu juga diberikan insentif bagi pekerja pers yang menjadi kewajiban perusahaan seperti iuran BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, dan pajak penghasilan pribadi. Itu semua penting diberikan agar kerja pers berkualitas yang diharapkan bisa juga dicapai,” jelasnya.