REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus mengembangkan proyek food estate di Desa Belanti Siam, Kalimantan Tengah. Bahkan hari ini, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke lokasi tersebut.
Pengamat Pertanian Khudori menyebutkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membangun proyek food estate. Dengan begitu nantinya bisa tepat sasaran.
Hal pertama yang harus diperhatikan, kata dia, yakni pemerintah harus betul-betul berhitung berbagai risiko yang ada. Baik dari sisi iklim atau cuaca, kesesuaian lahan, infrastruktur yang mesti disediakan, maupun kelayakan secara ekonomi-sosial-lingkungan.
"Pemerintah mesti betul-betul mempelajari berbagai program pengembangan dalam skala luas yang pernah dirintis sejak 1970-an tapi tidak ada catatan keberhasilan. Dari situ pemerintah bisa mengindentifikasi apa saja penyebab kegagalan, dari semua sisi," ujar Khudori kepada Republika.co.id, Kamis (8/10).
Kedua, lanjutnya, pengembangan apapun, termasuk food estate haruslah didasari kajian kelimuan yang mumpuni atau evidence based. Khudori menilai, ada kecenderungan, sejumlah program pemerintah itu asal jalan saja tapi tidak ada kajian serius sebelumnya.
"Karena ini program ayau proyek besar, dananya besar dan masuk proyek strategis nasional, kecenderungan jalan menerabas itu harus dihindari. Itu jika pemerintah masih percaya pada para ilmuwan," tuturnya. Ia menambahkan, titik kritis yang perlu dihitung cermat yakni ketersediaan SDM.
Khudori melanjutkan, mengembangkan 30 ribu hektar (ha) pada tahun pertama, bukan luasan yang kecil. "Kalau rerata satu orang mengerjakan 2 ha, artinya perlu 15 ribu orang. Jumlah SDM sebanyak itu didapat dari mana. Pemerintah bilang ini akan dilakukan mekanisasi. Benar, tapi keterlibatan SDM dalam jumlah besar tetap diperlukan. Ini SDM-nya dari mana," tegas Khudori.
Terakhir, sambungnya, proyek food estate harus memiliki kejelasan skema yang dikembangkan. Terutama bagi petani.
"Sejauh yang disampaikan ke publik, saat ini pemerintah bolak-balik ngomong dikembangkan korporasi petani. Namun bagaimana bentuk keterlibatan petani, sebagai pemilik lahan, sebagai pekerja atau bagaimana, tidak pernah jelas," ujar Khudori.