REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sebagai salah satu rangkaian Aquafest 2020 yang diselenggarakan oleh Departemen Budidaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University, talkshow Aquafest pertama ini mengambil topik utama “Bisnis Budidaya Ikan Konsumsi Berkelanjutan,” Sabtu (3/9). Talkshow ini dimaksudkan untuk mengungkap potensi bisnis perikanan secara berkelanjutan di Indonesia.
Agus Purnomo Wibisono SPi, MM, alumnus IPB University dari Departemen Budidaya Perairan sekaligus CEO Iwake mengatakan selama pandemi tidak ada masalah khusus yang terjadi dalam proses budi daya perikanan.
“Market ikan air tawar tetap stabil walaupun beberapa komoditas yang disuplai ke hotel, restoran, dan katering terjadi penurunan 80 sampai 100 persen serta penurunan harga dalam beberapa bulan menjelang lebaran,” kata Agus seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Sementara, Dosen IPB University, Dr Irzal Effendi menjelaskan tentang bisnis marine culture, yaitu bisnis dari cabang akuakultur yang dinilai secara ekonomi dan lingkungan lebih menarik dan menguntungkan. Ia menyebut, bisnis yang baru berkembang di era 90-an tersebut mulai digemari ketika teknologi pembenihan ikan kerapu secara massal ditemukan. Namun, masih ada tantangan yang perlu dihadapi seperti pemeliharaan ikan kecil dan pengkulturan pakan alami ikan.
“Tantangan lainnya adalah ancaman eksternal karena ekosistem di dalam karamba bersatu dengan laut lepas. Namun, penggiat marine culture dapat sedikit bernapas lega karena dalam pengelolaannya, masalah buangan atau limbah dapat lebih mudah diatasi bila tidak melebihi daya dukung sumber dayanya,” kata Dr Irzal.
Limbah buangan, lanjut Dr Irzal, dapat tereliminasi dengan cepat di lautan apabila pemilihan lokasi usahanya tepat dan sesuai. Ia juga mengatakan, dalam bisnis marine culture, siklus pembenihan lebih cepat, kinerja ekonomi lebih baik sehingga payback period lebih menguntungkan, dengan demikian dapat lebih cepat mendongkrak perekonomian masyarakat.
“Contohnya adalah masyarakat di pesisir pantai utara Bali, hasil budidaya ikan kerapu dan bandengnya telah diekspor ke mancanegara dan menyumbang sebagian besar devisa negara,” jelasnya.
Terkait pembenihan, Imza Hermawan, ketua Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) yang berfokus pada pengelolaan ikan patin dan lele mengatakan tantangan utama pada budidaya ikan adalah belum ada pembenihan berskala besar, sementara, permintaan pasar sangat tinggi. Peran APCI sendiri saat ini lebih mengarah pada ekspor ikan lele dan patin yang perdana dilakukan oleh anggotanya ke Saudi Arabia di tahun 2018-2019. Sayangnya, tahun ini terpaksa dilakukan pemberhentian ekspor karena pandemi.