Selasa 29 Sep 2020 10:18 WIB

Jaga Kualitas Masker Kain, Kemenperin Rumuskan SNI Masker

SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri untuk memproduksi masker kain.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Perajin menjahit kain masker industri rumahan (ilustrasi). Sejak merebaknya wabah virus COVID-19 membuat penjahit pakaian beralih membuat masker kain untuk sementara waktu akibat meningkatnya permintaan.
Foto: ANTARA/Jojon
Perajin menjahit kain masker industri rumahan (ilustrasi). Sejak merebaknya wabah virus COVID-19 membuat penjahit pakaian beralih membuat masker kain untuk sementara waktu akibat meningkatnya permintaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merumuskan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) masker kain. Hal itu bertujuan menjaga kualitas masker kain yang saat ini banyak digunakan sebagai salah satu upaya mencegah penyebaran virus Covid-19.

Kemenperin melalui Komite Teknis SNI 59-01, Tekstil dan Produk Tekstil mengalokasikan anggaran guna menetapkan RSNI masker dari kain dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, dan Satgas Covid-19 industri produsen masker kain dalam negeri.

Baca Juga

Pada 16 September 2020, SNI yang disusun kementerian tersebut telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil-Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor No.408/KEP/BSN/9/2020. “Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan mendesak,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melalui siaran pers yang diterima Republika pada Selasa (29/9).

Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel. SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi, antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3 per cm2 per detik, daya serap sebesar ≤ 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg per kg untuk semua tipe.

Selanjutnya, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva. SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.

SNI ini menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor. “Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19,” jelas Menperin.

Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menyampaikan, SNI ini masih bersifat sukarela. Pada SNI tersebut, dicantumkan jenis uji yang disyaratkan mengukur mutu masker dari kain untuk penggunaan khusus, terdiri dari uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60 persen untuk Tipe B), tekanan differensial (ambang batas ≤ 15 untuk Tipe B dan ≤ 21 untuk Tipe C), serta efisiensi filtrasi partikuat (ambang batas ≥ 60 persen untuk Tipe C).

SNI tersebut, kata dia, mempersyaratkan masker harus memiliki minimal dua lapis kain. Kombinasi bahan yang paling efektif digunakan yakni kain dari serat alam seperti katun, ditambah dua lapisan kain chiffon mengandung polyester-spandex yang mampu menyaring 80 sampai 99 persen partikel, tergantung pada ukuran partikelnya.

“Cara pemakaian, perawatan pencucian, melepaskan masker kain dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penggunaan masker kain juga diinformasikan dalam SNI ini,” ujar Khayam.

Ia menjelaskan, SNI 8914:2020 menyataka. masker dari kain dapat digunakan dalam aktivitas di luar rumah, atau saat berada di ruangan tertutup seperti kantor, pabrik, tempat perbelanjaan, maupun transportasi umum.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Doddy Rahadi pun menyatakan, kesiapan balai riset di bawah BPPI dalam mendukung penerapan SNI masker kain tersebut. Kemenperin memiliki Balai Besar Tekstil (BBT) yang mempunyai kompetensi dalam bidang pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan industri tekstil.

“Saat ini, BBT dalam tahap mengajukan diri sebagai salah satu Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) untuk SNI Masker Kain kepada BSN,” papar Doddy.

Ia mengharapkan, LSPro TEXPA-BBT dapat segera melayani produsen masker dalam negeri yang secara sukarela ingin mendapatkan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI). Ini sebagai bukti pemenuhan persyaratan mutu SNI 8914:2020 Tekstil – Masker dari Kain.

Tarif sertifikasi dan pengujian sepenuhnya mengacu kepada PP Nomor 47 tahun 2011 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kemenperin. "Kami optimis para produsen masker dapat memproduksi masker dari kain yang memenuhi persyaratan mutu SNI sehingga produknya semakin dipercaya oleh konsumen.” lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement