REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ekspor makanan dan minuman (Mamin) masih mencatatkan tren yang positif meski dihantam badai pandemi virus corona. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) menyatakan, situasi itu memberikan kesempatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengambil peluang dalam menjamah pasar ekspor.
Ketua Umum Gapmmi, Adhi Lukman, menyampaikan, ekspor produk mamin baik setengah jadi maupun olahan pada periode Januari-Juli 2020 tercatat sebesar 4,33 miliar dolar AS. Adapun pada periode sama tahun lalu, angka ekspor sebesar 4,10 miliar dolar AS.
"Ekspor tidak terjadi penurunan dan ini bisa memberikan semangat untuk kita semua untuk tidak perlu takut ekspor," kata Adhi dalam sebuah webinar yang digelar pada Senin, (28/9).
Kendati demikian, Adhi mengungkapkan masih terdapat banyak tantangan yang dihadapi pelaku UMKM pangan. Menurutnya, saat ini masih banyak pelaku UMKM yang belum memahami regulasi secara baik. Hal itu berdampak pada minimnya pengetahuan soal regulasi produk di negara tujuan. Alhasil, kualitas produk jauh dari standar yang ditetapkan.
Selain itu, keamanan pangan juga menjadi isu utama saat ini. Di masa pandemi Covid-19, keamanan pangan untuk dikonsumsi menjadi perhatian masyarakat dunia. Adhi menekankan, pelaku usaha wajib menjadikan keamanan pangan sebagai tolok ukur kualitas produk yang akan dipasarkan."Tapi yang paling utama adalah mindset. Tantangan-tantangan yang ada menjadi kecil kalau ada keinginan untuk kuat dan maju," ujarnya.
Pihaknya pun meminta peran dari pemerintah untuk terus memperkuat pendampingan UMKM lewat kerja sama dengan pelaku usaha. Permodalan yang mudah diperoleh juga akan membantu UMKM dalam meningkatkan skala usahanya dan membenahi hasil produksi agar mampu menembus pasar ekspor.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan UKM Gapmmi, Betsy Monoarfa, mengatakan, sejauh ini tercatat ada 1,8 juta UMKM yang bergerak di bidang pangan. Usaha yang masih bersakala ultra mikro atau beromzet di bawah Rp 300 juta per tahun juga jumlahnya cukup besar.
Situasi itu perlu dimanfaatkan oleh pemerintah. Pasalnya, saat ini terdapat sekitar 17 kementerian dan lembaga yang memiliki program untuk pembinaan UMKM. Apalagi, jika UMKM yang ada bisa mendiversifikasikan produknya untuk menjadi produk jadi yang siap dikonsumsi."Misalnya, yang biasa memproduksi sagu bisa diolah lagi menjadi keripik atau kerupuk. Itu saya kira yang kita juga harus informasikan kepada UMKM," ujarnya.