REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 masih terus menekan konsumsi batu bara domestik dan minat pasar global. Minimnya serapan ini tak lepas dari belum pulihnya perekonomian China dan India yang menjadi target utama penjualan batu bara Indonesia.
"Untuk Harga Batu bara Acuan (HBA) di bulan September ditetapkan sebesar 49,42 dolar AS per ton," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Selasa (1/9).
Penetapan HBA tersebut mengalami penurunan tipis sebesar 0,92 dolar AS per ton dari HBA bulan sebelumnya, yakni 50,34 dolar AS per ton.
Menurut Agung, sentimen utama dari kontraksi HBA disebabkan oleh pengetatan kebijakan impor China dan India. Kondisi ini berujung pada cadangan batu bara di kedua negara tersebut melimpah sehingga kebutuhan impor batu bara menurun.
"Covid-19 menyebabkan penurunan impor batu bara oleh China sebesar 20 persen dan belum pulihnya permintaan dari India pasca-lockdown," jelasnya.
Semenjak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global sepanjang tahun 2020, HBA sempat menguat sebesar 0,28 persen pada angka 67,08 dolar AS per ton pada Maret dibanding bulan Februari 66,89 dolar AS per ton. Kemudian, HBA terus mengalami pelemahan ke angka 65,77 dolar AS per ton di bulan April dan 61,11 dolar AS per ton pada bulan Mei. selanjutnya di bulan Juni di angka 52,98 dolar AS per ton dan pada bulan Juli turun lagi di 52,16 dolar AS per ton.
Sebagai informasi, HBA diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya. Kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal per kilogram GAR.
Nantinya, harga acuan ini akan digunakan secara langsung dalam jual beli komoditas batu bara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).