Sabtu 15 Aug 2020 01:25 WIB

Konsumsi Masih Bisa Jadi Tulang Punggung Ekonomi Tahun Depan

Realisasi belanja pemerintah menjadi kunci utama pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Konsumsi masih menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. (ilustrasi)
Foto: feathers.uk.com
Konsumsi masih menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, konsumsi rumah tangga akan kembali menjadi tulang punggung perekonomian ekonomi Indonesia tahun depan. Hanya saja, dibutuhkan dorongan yang kuat dari belanja pemerintah untuk tetap menjaga daya beli dan minat konsumsi masyarakat.

Yusuf menuturkan, realisasi belanja pemerintah menjadi kunci utama. Sebab, sering kali, meskipun nominal belanja dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencantumkan angka yang besar, kerap kali implementasi di lapangan tidak sesuai.

"Tataran realisasinya berjalan lambat, jadi tidak efektif mendorong konsumsi," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (14/8).

Yusuf mengatakan, hambatan ini sebenarnya sudah dirasakan oleh Presiden Joko Widodo dan tergambarkan dari pidatonya dalam Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN 2021 Beserta Nota Keuangannya di Rapat Paripurna DPR, Jumat.

Dalam pidatonya, Jokowi menyebutkan, krisis kesehatan saat ini mengubah cara kerja dengan banyak kata kunci. Yakni, lebih cepat, ekstra normal, fleksibel, efisien, kolaboratif, disiplin, dan produktif. Jokowi juga mengajak semua pihak untuk 'membajak' momen krisis membuat lompatan dalam berbagai aspek.

"Arahan tersebut perlu diturunkan dalam aturan teknis tentang tata cara belanja pemerintah yang cepat dan tepat sasaran," kata Yusuf.

Pada tahun depan, Yusuf menilai, kekuatan konsumsi masyarakat juga relatif baik mengingat pemerintah yang masih akan fokus pada program peningkatan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Ini terlihat dari peningkatan anggaran pada perlindungan sosial.

Selama ini, Yusuf menuturkan, program jaring pengaman sosial yang telah dirancang pemerintah juga telah berhasil mendorong mengurangi kemiskinan sekaligus menjaga daya beli mereka.

Hanya saja untuk lebih optimal dalam mendorong konsumsi, Yusuf menekankan, kemampuan pemerintah untuk menstimulasi penciptaan lapangan kerja juga perlu dielaborasi lebih lanjut. "Akan seperti apa strateginya, harus lebih tergambarkan," ucapnya.

Berbeda dengan konsumsi, Yusuf memprediksi, investasi akan sulit diharapkan untuk menjadi tumpuan perekonomian tahun depan. Sebab, variasi faktor pendukungnya lebih kompleks apabila dibandingkan konsumsi rumah tangga.

Untuk investasi, Yusuf menambahkan, akan dipengaruhi oleh banyak hal. Di antaranya, bagaimana sentimen Omnibus Law Cipta Kerja ditangkap oleh investor.

Di sisi lain, permasalahan klasik  masih akan terus dialami. Misalnya, ongkos logistik yang tinggi, ketersediaan gas industri yang cukup, konsistensi kebijakan, hingga masalah kepastian hukum dan stabilitas polhukam menjadi poin yang harus diselesaikan pemerintah dalam mendorong investasi.

Pada tahun depan, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 4,5 persen sampai 5,5 persen. "Tingkat pertumbuhan ekonomi ini diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investasi sebagai motor penggerak utama," ujar Jokowi, dalam pidatonya.

Jokowi menjelaskan, ketidakpastian global maupun domestik masih akan terjadi pada tahun depan. Oleh karena itu, program pemulihan ekonomi akan terus dilanjutkan bersamaan dengan reformasi di berbagai bidang.

Rancangan kebijakan APBN 2021 diarahkan untuk pertama mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Selain itu, mendorong reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing ekonomi. Poin ketiga, mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital dan pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement