REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku BUMN industri pupuk menyiapkan stok pupuk non-subsidi, baik dari lini I sampai lini IV. Penyiapan stok ini untuk mengantisipasi kebutuhan pupuk di sejumlah daerah yang telah habis kuota pupuk subsidinya.
Seperti diberitakan, sejumlah daerah penghasil beras, seperti Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa para petani mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi, lantaran kurangnya alokasi atau kuota yang ditetapkan Kementerian Pertanian (Kementan) terhadap kebutuhan.
Kepala Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia Wijaya Laksana menjelaskan bahwa pihaknya siap menjalankan penugasan mendistribusikan pupuk bersubsidi, sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok elektronik (e-RDKK).
"Untuk mengantisipasi kebutuhan petani, kami juga menyiapkan stok pupuk non-subsidi di daerah-daerah," kata Wijaya di Jakarta, Kamis (13/8).
Wijaya menegaskan bahwa Pupuk Indonesia selalu mengantisipasi kebutuhan dengan menyiapkan stok di atas ketentuan, bahkan hingga 2-3 kali lipat dari ketentuan.
Ada pun total stok pupuk non subsidi nasional yang disiapkan Pupuk Indonesia per 12 Agustus 2020 sebesar 775.704 ton. Jumlah tersebut terdiri dari pupuk urea 561.235 ton, NPK 211.055 ton, SP-36 408 ton; ZA 2.843 ton, dan Organik 163 ton.
Sementara itu Ketua KTNA Jawa Barat Otong Wiranta menjelaskan bahwa saat ini para petani, khususnya di Kabupaten Subang, Indramayu, dan Bekasi, kesulitan mendapatkan pupuk urea bersubsidi karena kurangnya kuota atau alokasi pupuk yang diberikan Kementerian Pertanian.
Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran petani akan kelangkaan pupuk. Sebagai solusi, petani yang merasa kurang mendapatkan pupuk bersubsidi, terpaksa harus merogoh kocek mereka untuk membeli pupuk non subsidi.
Namun demikian kondisi ini ditakutkan tidak bisa berlangsung lama karena disparitas harga pupuk non-subsidi yang berbeda jauh dengan subsidi. Selain itu, lemahnya daya beli masyarakat petani di tengah pandemi juga berpotensi akan menurunkan penggunaan pupuk untuk mendukung produktivitas tanaman pangan.
"Urea anggaplah harganya sekitar Rp6.000 yang eceran, sementara subsidi hanya Rp1.800. Jadi mereka berharap subsidi ditambah alokasinya karena mereka merasa sudah tercatat dalam e-RDKK," kata Otong.
Organisasi kelompok tani beserta distributor pupuk berharap Kementan segera melakukan realokasi penambahan kuota pupuk bersubsidi, khususnya jenis urea.