Rabu 05 Aug 2020 16:09 WIB

'Ekonomi Tumbuh Nol Persen Saja Sudah Lumayan Bagus'

Ketidakpastian pandemi Covid-19 menjadi penyebab ekonomi sulit akselerasi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan keterangan terkait perekonomian nasional di masa pandemi COVID-19 di Jakarta, Rabu (5/8). Airlangga mengatakan setelah pada kuartal II tahun 2020 ekonomi Indonesia terkoreksi 5,32 persen, dibutuhkan belanja minimal Rp800 triliun perkuartal ke berbagai sektor untuk mempersempit ruang pertumbuhan negatif.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan keterangan terkait perekonomian nasional di masa pandemi COVID-19 di Jakarta, Rabu (5/8). Airlangga mengatakan setelah pada kuartal II tahun 2020 ekonomi Indonesia terkoreksi 5,32 persen, dibutuhkan belanja minimal Rp800 triliun perkuartal ke berbagai sektor untuk mempersempit ruang pertumbuhan negatif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tahun ini ditargetkan minimal berada pada level nol persen. Ketidakpastian mengenai pandemi Covid-19 yang masih tinggi menjadi penyebab ekonomi sulit akselerasi lebih cepat.

Raden menjelaskan, target utama pemerintah saat ini adalah mencegah terjadinya resesi dan pertumbuhan negatif. "Di sepanjang tahun ini, kalau (pertumbuhan ekonomi) kita bisa nol persen atau positif 0,1 persen saja, itu sudah lumayan bagus dibandingkan negara lain," tuturnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8).

Baca Juga

Raden mengatakan, penerapan protokol kesehatan dan penemuan vaksin menjadi kunci utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Kunci ini tidak hanya berlaku bagi Indonesia, juga negara lain yang menjadi mitra dagang utama Indonesia.

Kunci kedua, evaluasi stimulus pemerintah untuk menangani pandemi. Pada semester kedua ini, Raden menyebutkan, pemerintah akan membuat suatu inisiatif atau program utama Indonesia aman dan sehat yang berjalan beriringan dengan program existing.

"Intinya, kita ingin membangkitkan kepercayaan dari para konsumen, rumah tangga dan investor dengan mencoba mengurangi pesimisme akibat Covid-19," katanya.

Dengan program existing dan rencana kebijakan ke depan, Raden berharap, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV bisa membaik dari kuartal kedua yang mengalami kontraksi 5,32 persen (yoy). Hanya saja, ia tidak dapat menyebutkan angka prediksi secara pasti mengingat ketidakpastian yang masih tinggi saat ini.

Mengenai realisasi pertumbuhan ekonomi dua yang mengalami kontraksi, Raden mengakui, pemerintah sudah memprediksinya. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memperkirakan, ekonomi periode April sampai Juni ini tumbuh di rentang minus tiga sampai minus lima persen.

"Jadi, angka minus 5,32 persen yang baru saja dipaparkan BPS bukan sesuatu yang di luar ekspektasi kita," tuturnya.

Raden menilai, pertumbuhan Indonesia yang negatif ini bukan outlier atau data pencilan. Sebab, beberapa negara yang sudah mengeluarkan data pertumbuhan ekonomi kuartal kedua pun menunjukkan tren serupa. Bahkan, Indonesia masih lebih baik dibandingkan sejumlah negara tetangga seperti Singapura yang kontraksi 12,6 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement