REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengembangan industri hilir sagu selain menargetkan kepada kuantitas dan kualitas juga perlu untuk mengedepankan keterpaduan dan keberlanjutan. Hal ini mendorong Dewan Guru Besar IPB University untuk membahas mengenai Pengembangan Industri Hilir Sagu melalui webinar, Selasa (21/7).
“Insya Allah jika potensi yang luar biasa ini didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan seperti jalan dan transportasi, konektivitas logistik, kanal, pelabuhan ekspor impor dan bongkar muat, energi listrik dan jaringan komunikasi yang disediakan oleh pemerintah dan insentif yang menarik, maka dapat diyakini perusahaan modern dan berskala besar (hanya tiga perusahaan) akan bergairah untuk memproduksi sagu. Sehingga industri sagu bisa bertambah maju dan ditambah dengan penguatan peran bulog dalam industri sagu. Insentif menarik itu seperti keringanan pajak, subsidi, perizinan terpadu untuk proses investasi yang lebih mudah,” ungkap Prof Dr Evy Damayanthi dalam sambutannya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Dewan Guru Besar (DGB) IPB University.
Srie Agustina sebagai Inspektur Jenderal/Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengatakan bahwa tahun 2020, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global diprediksi oleh banyak lembaga akan turun lebih dalam dari tahun-tahun sebelumnya. “Namun ada peluang ekspor produk pati karena adanya peningkatan permintaan dunia, peningkatan ekspor selama pandemi, tren digitalisasi dan adanya upaya diversifikasi bahan pangan,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Untuk itu, pada kesempatan ini, Dr Titi Candra Sunarti, dosen IPB University dari Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) Fakultas Teknologi Pertanian mengupas tentang Teknologi Produksi dan Modifikasi Pati Sagu dan Olahan Sagu. Menurutnya, pati sagu merupakan bahan pangan lokal dengan potensi yang sangat besar, dengan karakteristik yang sesuai sebagai bahan pangan, bahan baku industri dan bahan baku pati termodifikasi.
“Sehingga, sebagai pati alami maka aplikasi pati sagu sangat ditentukan dari kualitas dan teknologi proses pengolahannya. Kunci sukses pemanfaatan sagu itu adalah kita harus mencari keunggulannya dengan mengeksplorasi lebih lanjut pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan dan energi. Perlu juga program bersama antara A-B-G yaitu kalangan Academician, business, dan government baik pemerintahan pusat maupun daerah,” ujar Adhi S Lukman sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI).
Sementara itu, Prof Dr Tajuddin Bantacut, anggota Dewan Guru Besar IPB University mengatakan bahwa kalau saja lima juta hektar lahan sagu di Papua itu dimanfaatkan dengan baik, maka Indonesia tidak perlu “potong gunung mengambil emas” untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Karena itu, dibutuhkan kerja sama antar sektor dari semua pelaku.
“Tidak ada kompetisi antara masyarakat dan pengusaha sebagai pelaku, dunia perbankan sebagai pendukung pendanaan, pemerintah sebagai fasilitator. Dan jangan lupa kita memiliki knowledge economy yang harus dikembangkan. Maka teknologi-teknologi yang sekarang sedang berkembang dikapitalisasi menjadi suatu kekuatan sehingga produk sagu kita menjadi produk yang unik,” pungkasnya.