REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 60 persen perusahaan biro perjalanan haji dan umrah diproyeksikan gulung tikar karena pandemi Covid-19. Wakil Ketua bidang Humas dan Kelembagaan Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji (Himpuh), Muharom Ahmad menyampaikan pandemi diperkirakan akan meniadakan total satu tahun aktivitas bisnis haji dan umrah.
"Melihat indikasi sebagian besar sudah banyak yang merumahkan karyawannya, satu tahun diperkirakan tidak beroperasi tidak ada pemasukan, banyak penarikan, kerusakannya 60 persen travel kolaps," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (19/7).
Tutupnya bisnis travel haji umrah ini terjadi pada mereka yang tidak punya sama sekali diferensiasi usaha. Saat ini perusahaan yang masih bisa bertahan karena memiliki sampingan bisnis lainnya yang dapat jadi sumber pemasukan. Baik itu di bidang pendidikan, maupun konsumsi lainnya.
Muharom memperkirakan kebangkitan industri akan membutuhkan waktu hingga dua tahun kedepan dengan pelaku industri yang berkurang. Ini bergantung juga pada kondisi pasar, seperti daya beli masyarakat dan kepastian keamanan.
Biro travel Wahana yang dipimpin oleh Muharom sendiri belum menawarkan paket perjalanan karena banyaknya ketidakpastian. Seperti harga-harga akomodasi di Arab Saudi, protokol keamanan, dan lainnya. Ia memperkirakan keberangkatan paling cepat bisa jadi pada kuartal III 2020.
"Tapi kita belum berani menawarkan, dari sisi syar'i juga tidak bisa menawarkan sesuatu yang tidak pasti," katanya.
Asosiasi sendiri masih terus berupaya dan memantau perkembangan ke depan. Seperti bagaimana kebijakan-kebijakan Arab Saudi dalam new normal, dan kebijakan pemerintah dalam negeri. Asosiasi juga mempersiapkan pelaku industri untuk lebih siap menghadapi era baru.
Kedepan, digitalisasi jadi satu keniscayaan. Seiring dengan masyarakat yang akan lebih terbiasa dengan online digital, maka perusahaan biro perjalanan juga akan mempercepat adopsinya.