REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi menilai wacana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menggabungkan bank-bank umum syariah milik Himbara sebagai langkah yang sangat penting untuk membesarkan dan memajukan ekonomi dan bisnis syariah di Indonesia. Saat menjabat Gubernur NTB dua periode dari tahun 2008–2018, ia memiliki pengalaman mengkonversi Bank NTB menjadi Bank NTB Syariah pada tahun 2018.
"Ini langkah yang sangat penting, merger harus benar-benar berdasarkan kebutuhan," kata Zainul Majdi yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) kepada media, Rabu (8/7).
Baik kebutuhan masyarakat sebagai pengguna bank dan kebutuhan pemerintah sebagai pemegang saham yang perlu kajian komprehensif. Saat ini, Indonesia yang notabene adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, sektor keuangan syariahnya masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia dan Inggris.
Malaysia saat ini memimpin perkembangan keuangan syariah di Kawasan Asia Tenggara, sedangkan Inggris adalah yang terdepan di sektor keuangan syariah di Eropa. Vice President Senior Analyst Moody’s Investors Service, Simon Chen di sebuah interview dengan Asian Banking and Finance pada bulan November 2019 lalu mengatakan bahwa bank-bank syariah Malaysia lebih unggul dalam transformasi digital dibandingkan bank-bank syariah Indonesia.
Untuk itu, selain akan menarik lebih banyak investor dari Timur Tengah, rencana penggabungan bank syariah adalah sebuah langkah strategis yang dibutuhkan untuk memperkuat sektor syariah dalam negeri. Dapat juga mendorong transformasi, dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat keuangan syariah global, selain Malaysia, Timur Tengah, dan Inggris.
Selain konversi bank NTB jadi syariah, ia juga melakukan merger semua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di seluruh kabupaten/kota se-NTB menjadi satu PT BPR. "Karena kajiannya mengatakan lebih baik dimerger, dan Alhamdulillah, hasilnya bagus, lebih efisien dan kompetitif," katanya.
Menurut TGB, saat ini perangkat regulasi keuangan syariah di Indonesia cukup lengkap. Berdasarkan data Islamic Development Indicator Report, Indonesia disebutkan masuk tiga besar negara yang menguasai pasar obligasi negara syariah global. Selain itu, Indonesia adalah negara pertama yang menerbitkan Green Sukuk.
Pada 19 Februari 2019, Pemerintah Indonesia telah mendaftarkan dua obligasi negara syariah hijau senilai 2 miliar dolar AS di Nasdaq Dubai. Pencatatan ini menjadikan Indonesia sebagai negara penerbit sukuk terbesar berdasarkan nilai tukar yakni, dengan total mencapai 15 miliar dolar AS dari 11 emisi.
TGB mengatakan Indonesia punya ekonomi yang relatif punya resiliensi tinggi, bahkan di era krisis. Namun masih ada persepsi bahwa perizinan terlalu pelik, bertele-tele, dan sering berubah-ubah. Menurutnya, itu yang perlu dihilangkan dengan reformasi birokrasi yang konsisten.