REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Parlemen Jerman resmi mengetok palu dalam sidang paripurnanya untuk menghapuskan ketergantungan atas batu bara. Selama ini Jerman memang masih memakai batu bara sebagai sumber energi primer.
Seiring dengan kampanye energi bersih, Jerman ingin terlepas dari belenggu ketergantungan terhadap bahan bakat batu bara. Negara dengan revolusi industri tersebut saat ini mulai bebenah untuk memaksimalkan energi terbarukan sebagai sumber energi primer.
Dilansir dari AP, Jumat (3/7), Pemerintah Jerman akan menutup pembangkit listrik tenaga batu bara terakhir pada tahun 2038 dan menghabiskan sekitar 40 miliar euro (sekitar 45 miliar dolar AS) untuk membantu daerah yang terkena dampak mengatasi transisi energi ini.
Rencana tersebut adalah bagian dari 'transisi energi' Jerman - upaya untuk menyapih ekonomi terbesar Eropa dari bahan bakar fosil yang menghangatkan planet dan menghasilkan semua kebutuhan energi negara yang cukup besar dari sumber-sumber terbarukan.
Mencapai tujuan itu menjadi lebih sulit daripada di negara-negara yang sebanding seperti Prancis dan Inggris karena komitmen Jerman yang ada untuk juga menghapus tenaga nuklir pada akhir tahun 2022.
"Hari-hari batu bara dinomori di Jerman. Jerman adalah negara industri pertama yang meninggalkan energi nuklir dan batu bara," kata Menteri Lingkungan Hidup Svenja Schulze.
Greenpeace dan kelompok lingkungan lainnya telah melakukan protes vokal terhadap rencana tersebut, termasuk dengan menjatuhkan spanduk di depan gedung Reichstag pada hari Jumat (3/7). Mereka berpendapat bahwa peta jalan pemerintah tidak akan mengurangi emisi gas rumah kaca Jerman cukup cepat untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam kesepakatan iklim Paris.
"Jerman, negara yang membakar batu bara lignit dalam jumlah terbesar di dunia, akan membebani generasi berikutnya dengan 18 tahun lebih banyak karbon dioksida," kata direktur eksekutif Greenpeace Jerman Martin Kaiser kepada The Associated Press.