Kamis 11 Dec 2025 16:48 WIB

Menuju PLTN, Indonesia Disebut Belajar dari Rusia–AS–China

Pengalaman global jadi rujukan utama dalam mematangkan pemanfaatan energi nuklir.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Gita Amanda
Indonesia banyak belajar dari negara-negara besar pengguna PLTN seperti Rusia, Amerika Serikat, dan China. Rujukan tersebut menjadi pijakan pemerintah dalam mematangkan pemanfaatan nuklir untuk kebutuhan energi nasional. (ilustrasi)
Foto: AP/Hiroko Harima/Kyodo News
Indonesia banyak belajar dari negara-negara besar pengguna PLTN seperti Rusia, Amerika Serikat, dan China. Rujukan tersebut menjadi pijakan pemerintah dalam mematangkan pemanfaatan nuklir untuk kebutuhan energi nasional. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Pengembangan Potensi Pemanfaatan Tenaga Nuklir, Irwanuddin, melihat Indonesia banyak belajar dari negara-negara besar pengguna PLTN seperti Rusia, Amerika Serikat, dan China. Rujukan tersebut menjadi pijakan pemerintah dalam mematangkan pemanfaatan nuklir untuk kebutuhan energi nasional.

Ia menjelaskan pembelajaran itu mencakup teknologi, pengelolaan keselamatan, serta penerapan standar operasional yang selama puluhan tahun dikembangkan negara-negara dengan industri nuklir mapan. Pendekatan tersebut membuat perencanaan PLTN di Indonesia diarahkan bersifat realistis dan berlandaskan pengalaman global.

Baca Juga

“Hal yang tidak bisa kita pungkiri, untuk masalah nuklir kita bisa banyak belajar dari berbagai negara,” kata Irwanuddin di Jakarta, dikutip Kamis (11/12/2025).

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2044, rencana kapasitas nuklir ditempatkan pada skala 0,5 gigawatt sebagai bagian dari opsi energi jangka panjang. Menurutnya, akselerasi ini bukan hal baru. Ia menceritakan sejarah pengembangan nuklir Indonesia cukup panjang.

Indonesia, jelas dia, sejak 1954 membentuk Panitia Penyelenggara Penyelidikan Radioaktivitas, lalu pada 1958 memprakarsai pembentukan komite penetapan statuta Badan Tenaga Atom Internasional di PBB. Pemerintah juga menetapkan PP 65/1958 tentang pembentukan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom, serta mengesahkan Undang-Undang Pokok-Pokok Ketenagaan Atom pada 1964. “Indonesia sebagai inisiator pertama pembentukan Badan Tenaga Atom Internasional,” ujar Irwanuddin.

Ia menilai negara-negara besar memiliki cara pandang out of the box dalam pemanfaatan nuklir karena energi ini memberikan efisiensi bahan bakar dan tingkat polusi yang rendah. Contoh pemanfaatan di Rusia, Amerika Serikat, hingga Shanghai digunakan untuk melihat bagaimana teknologi dan kebijakan masing-masing negara dirancang untuk menopang pertumbuhan sektor energi.

Meski fokus pada nuklir, ia sepakat seluruh sumber daya energi nasional tetap harus dioptimalkan. Itu termasuk energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi yang menjadi bagian penting bagi ketahanan energi. Presiden Prabowo dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, disebutnya, memiliki pendekatan revolusioner dalam melihat peran nuklir sebagai pelengkap seluruh potensi energi Indonesia. “Kalau yang punya nuklir itu bisa melakukan berbagai hal,” kata Irwanuddin.

Ia menegaskan Indonesia tidak boleh diatur negara mana pun dalam pengelolaan sumber energi. Seluruh opsi energi, termasuk PLTN, diarahkan mendukung hilirisasi dan menjaga kepentingan strategis nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement