REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Anggapan umum yang melekat di petani bahwa produksi tinggi cenderung dibarengi dengan penggunaan pestisida kimia sintetik secara masif sebagai cara ampuh untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), justru berdampak negatif pada kesehatan lingkungan (agroekosistem), hewan/manusia dan menurunnya tingkat kesuburan tanah.
Agens Pengendali Hayati atau yang lebih dikenal dengan APH menjadi salah satu alternatif dan solusi terbaik. Pasalnya APH bersifat aman, mudah dikembangkan dan ramah lingkungan untuk mengendalikan OPT sasaran.
Jumeno, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sido Makmur telah berhasil mengembangkan budidaya sayuran ramah lingkungan. Lokasinya di Dusun Karang Ploso, Desa Siti Mulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Jumeno tanpa mengenal lelah berusaha mengkampanyekan manfaat budidaya hortikuktura ramah lingkungan dan menularkan ilmunya kepada rekan-rekannya sesama petani."Mencegah lebih baik daripada mengobati. Kami selalu memprioritaskan pemanfaatan agens pengendali hayati dari awal tanam sampai panen," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telefon , Selasa (30/6)
Gapoktan Sido Makmur mulai dirintis tahun 2000, persisnya sejak mendapatkan pembelanjaran SLPHT langsung menerapkan budidaya ramah lingkungan. Jumino menggandeng beberapa petani lainnya mulai merintis pengembangan agens pengendali hayati setelah mendapatkan edukasi dari petugas Dinas dan Balai Proteksi setempat. "Kami merasakan manfaat nyata dari APH," jelas dia.
Jumeno mengungkapkan kalau pihaknya juga mengajarkan cara pembuatan pestisida biologi seperti APH dan pestisida nabati ke petani-petani muda dan kelompok tani lainnya. Komoditas andalan yang dibudidayakannya adalah tanaman sayuran, antara lain cabai, bawang merah, kembang kol, timun, terong, dan kacang panjang.
"Untuk memperkuat SDM, sejak tahun 2000 sampai sekarang Gapoktan Sido Makmur masih aktif di Ikatan Pengendali Hama Terpadu Indonesia dengan anggota alumni-alumni SLPHT, pertemuan rutin Gapoktan ini setiap Kamis Legi," beber dia.
Saat ini, mereka menjadi produsen beragam produk APH, serta turut berperan aktif menyebarkan semangat pertanian ramah lingkungan kepada kelompok tani lainnya. APH yang sudah dikembangkan antara lain Beauveria bassiana, Paenibacillus polymyxa, Trichoderma sp., dan PGPR. Selain itu diproduksi juga pupuk padat dan cair dari limbah organik.
“Manfaatnya luar biasa, menjadikan tanaman jadi subur dan sehat, tanah sehat, aman konsumsi, dan produksi yang dihasilkan banyak,” kata Jumeno di sela-sela kesibukannya.
Dalam sosialisasi APH, tidak tanggung - tanggung sering dilakukan juga bakti sosial berupa pendampingan gerakan pengendalian OPT secara massal di seluruh wilayah Kabupaten Bantul. Giat tersebut dilakukan bersama-sama dengan paguyuban petani peduli lingkungan yang dikenal sebagai Regu Perlindungan Tanaman (RPT).
Terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto menyatakan bahwa penggunaan APH mendukung program Direktorat Jenderal Hortikultura yaitu untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan.
"Ini sebagaimana arahan Menteri Pertanian Bapak Syahrul Yasin Limpo," jelas dia. Anton-sapaan akrabnya- menambahkan bahwa budidaya ramah lingkungan di Kabupaten Bantul begitu pesat.
"Ini patut diapresiasi dan perlu dilakukan penguatan kelembagaan untuk menaungi para petani organik atau petani yang sudah ramah lingkungan di Kabupaten Bantul," cetusnya.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menekankan agar POPT dan Penyuluh selalu semangat mengkampanyekan pertanian ramah lingkungan ke petani di wilayah binaannya.
“Dalam penerapan di lapangan, pengendalian OPT yang bersifat lokal spesifik seperti aplikasi agens hayati harus terus didukung dan dikembangkan karena nilai manfaatnya telah dirasakan oleh petani-petani kita," ujar Yanti.