REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkapkan Bulog masih memiliki peluang ekspor beras melihat besarnya jumlah stok yang masih tersimpan di gudang. Namun, keadaan pun bisa berbalik menjadi impor beras jika produksi beras dalam enam bulan ke depan mengalami krisis.
Buwas, sapaan akrabnya, menuturkan, jika penggunaan beras dalam negeri stabil dan produksi maksimal, Bulog bisa terus menyerap dan memiliki pasokan untuk ekspor beras. Selama kewajiban Bulog menjaga stok beras di kisaran 1-1,5 juta ton terpenuhi, peluang ekspor akan tetap ada.
"Masih (ada peluang). Ketika serapan gabah kita berlebih, ekspor masih bisa," kata Buwas saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/6).
Pada Februari lalu Bulog mengatakan akan mengekspor beras ke Arab Saudi sebanyak 100 ton. Ekspor beras itu sudah dalam tahap persiapan dan dibutuhkan untuk para jamaah haji. Namun, rencana itu akhirnya tersendat lantaran pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan penyelenggaran haji menjadi tidak menentu.
Namun, keadaan bisa berbalik. Buwas mengatakan, Bulog telah menerima penugasan dari pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial beras ke 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) dalam tiga bulan sebanyak 450 ribu ton. Penugasan itu, ada kemungkinan ditambah tiga bulan lagi sehingga total menjadi 900 ribu ton.
Jika itu terealisasi, maka sisa stok beras di gudang Bulog akan berkurang dan tersisa sekitar 500 ribu ton. Sementara, Bulog punya kewajiban menjaga pasokan beras 1-1,5 juta ton. Jika nantinya produksi hampir nihil, Buwas mengatakan setidaknya dibutuhkan impor beras paling banyak 300 ribu ton.
"Tapi, diperkirakan kan ada panen lagi sekitar bulan September-Oktober," kata Budi. Bulog, kata Buwas, akan terus mengoptimalisasi penyerapan gabah di enam bulan terakhir tahun ini.
Meski demikian, ia mengaku telah menghubungi beberapa negara produsen beras yang biasa mengekspor beras dan menahan ekspor demi mengamankan kepentingan dalam negeri. Menurut Buwas, Bulog bisa mendapatkan beras impor, hanya saja harus dipastikan penggunaannya.
Bulog tak ingin kebijakan impor beras justru merugikan Bulog seperti yang terjadi pada 2018 silam. Di mana, impor beras dilakukan nyatanya tidak optimal penggunaannya dan hanya tersimpan di gudang hingga saat ini.
"Barang itu sampai hari ini tersisa dan menghambat Bulog untuk penyerapan gabah petani," kata dia.