REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam negeri ini belum terlalu berpengaruh hingga April 2020. Kendati demikian, jika pandemi virus ini terus terjadi hingga akhir 2020 maka pembangunan fasilitas pengolahan hasil tambang atau smelter bisa tertunda dan mundur menjadi 2023.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengungkapkan, pandemi Covid-19 yang terjadi sampai dengan April 2020 belum begitu terasa pengaruhnya, baik produksi hingga penerimaan negara. "Tetapi yang kami khawatirkan nanti kalau pandemi ini berkepanjangan hingga akhir tahun (2020) maka pasti ada pengaruhnya. Di antaranya pembangunan smelter akan mundur hingga 2023," ujar Irwandy saat konferensi virtual Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bertema 'Pra Kondisi Pembukaan Sektor Pertambangan/Perminyakan' pada Selasa (23/6).
Tak hanya itu, Irwandy melanjutkan, harga komoditas seperti nikel, tembaga, dan timah mengalami grafik yang menurun hingga bulan ini. Kementerian ESDM berharap harga komorditas hasil tambang itu bisa meningkat dalam satu atau dua bulan mendatang.
Meksipun, beberapa negara produsen komoditas pertambangan kelas dunia seperti Chile dan Argentina mulai membatasi kegiatan produksi. Kedua negara itu juga menutup perbatasan dan menurunkan permintaan bahan baku mineral logam tambang.
Irwandy mengatakan, Kementerian Keuangan telah memprediksi, jika pandemi ini terus berlanjut hingga akhir 2020, maka penerimaan negara menurun sekitar 20 persen. Sebab, terjadi gejala penurunan harga komoditas mineral dan batu bara. Kemudian investasi dan proyek baru dalam upaya peningkatan eifisensi otomatis terhenti karena persoalan tenaga kerja dan pendanaan.
"Sejak Januari 2020 telah terjadi penghentian pembangunan smelter baru karena masalah tenaga kerja," kata Irwandy.
Kemudian, dia melanjutkan, sejak 27 Maret sampai 5 April, operasi pemurnian emas murni oleh PT Antam di Pulogadung juga sedikit terhenti yang akhirnya menghambat ekspor emas keluar negeri. Akibatnya, investasi senilai 3,7 miliar dolar AS akan bergeser di tahun selanjutnya atau 2021.