REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Program biodiesel 30 persen (B30) dinilai masih tetap layak untuk dilanjutkan. Kebijakan itu dinilai sudah terbukti efektif mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) milik petani dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).
Ekonom senior Raden Pardede menjelaskan, program B30 ini menyebabkan pasar CPO di dalam negeri meningkat. Peningkatan pasar inilah yang memicu permintaan akan CPO juga meningkat.
Lantaran permintaan yang naik, menyebabkan harga CPO juga meningkat. Tak hanya harga CPO yang meningkat, tapi TBS yang merupakan bahan baku CPO turut menikmati margin. “Kebijakan ini sangat membantu para petani sawit. Karena itu, kebijakan ini tepat,” kata Raden Pardede di Jakarta, Rabu (10/6).
Menurut Raden Pardede, seandainya Indonesia tidak menerapkan program B30, maka bisa dipastikan harga TBS dan CPO akan lebih rendah jika dibandingkan dengan harga yang terjadi saat ini. Pasalnya, sebagian besar CPO diekspor ke luar negeri. Celakanya, permintaan dunia akan CPO saat ini dipastikan menurun.
Hal ini bisa terjadi mengingat di saat pandemi Covid-19 ini perekonomian dunia lesu. Industri-industri yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit juga mengurangi produksinya.
“Untung saja Indonesia ada program B30 sehingga penurunan permintaan minyak sawit tak terlalu signifikan,” papar Raden Pardede.
Jadi, lanjut Raden Pardede, pasar minyak sawit di dalam negeri ini harus tetap diamankan. Sebab kalau saja tidak ada pasar minyak sawit dalam negeri yang besar, maka harga TBS dipastikan akan terjun bebas.
“Jadi sebenarnya program B30 merupakan kebijakan yang sangat baik, paling tidak untuk sementara waktu ini. Karena saya yakin tanpa ada Program B30, harga TBS dan CPO kita akan turun,” tegasnya.