REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendukung keberlanjutan dan penggunaan dana pungutan ekspor sawit di bawah pengelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS). Pungutan ekspor dinilai membantu keberlangsungan kegiatan hulu sawit.
"Dana pungutan sangat bermanfaat untuk petani sawit. Petani sawit menyusurki manfaatnya," kata Ketua Apkasindo, Gulat Manurung, dalam keterangan resminya, Jumat (5/6).
Ia menuturkan, BPDP-KS juga barus saja mengalokasikan dana sebesar Rp 2,7 triliun untuk pengembangan di sektor hulu. Mencakup peremajaan, sarana dan prasarana, serta pembinaan sumber daya manusia di sektor kelapa sawit.
Gulat menuturkan, dalam perhitungannya, pungutan ekspor berdampak kepada harga tanda buah segar (TBS) di tingkat petani. Dari perhitungan asosiasi, diskon yang diterima antara Rp 90 - Rp 110 per kilogram TBS untuk setiap pungutan 50 dolar AS per ton CPO.
Namun, kata dia, petani tidak keberatan sepanjang dana tersebut dipergunakan kembali untuk membangun sektor kelapa sawit selama petani merasakan manfaatnya.
Menurut dia, dana pungutan ekspor sawit juga membantu anak petani atau buruh sawit untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Saat ini, ada 1.200 alumni Program D1 Sawit yang sudah tamat. Taruna Sawit Indonesia ini mendapatkan pendidikan di lima perguruan tinggi terbaik bidang sawit. Pada 2020 ini, jumlah perguruan tingginya bertambah menjadi 6 kampus.
“Mereka (taruna) ini anak-anak petani dan buruh tani yang dibiayai full beasiswa BPDP-KS. Mereka tidak punya kesempatan dan peluang jika bersaing di kampus-kampus umum karena berbagai faktor. Belum lagi yang masih sedang proses kuliah sekitar 1000-an anak,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, yang paling dirasakan adalah program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) bagi perkebunan petani. Baru-baru ini, dana peremajaan sawit telah dinaikkan menjadi Rp 30 juta per hektare sehingga semakin dirasakan manfaatnya bagi petani.
“Kami apreasiasi perhatian Kementerian Keuangan melalui BPDP-KS yang menaikkan dana hibah, apalagi di masa Pandemi Covid-19 ini, sangat memberi harapan baru masa depan sawit petani yang sudah memasuki generasi kedua,” jelasnya.
Selain itu, kata Gulat, dukungan Kementerian Pertanian juga dirasa petani yang mewujudkan kebijakan untuk melonggarkan syarat PSR. Dari sebelumnya 8 persyaratan dipangkas menjadi 2 persyaratan. “Kemudahan ini sangat membantu petani untuk meningkatkan target peremajaan sawit," katanya.
Sebelumnya, BPDP-KS telah mengeluarkan regulasi Peraturan Direktur Utama BPDPKS Nomor 167 Tahun 2020 tanggal 28 Mei 2020 yang menetapkan kenaikan besaran dana peremajaan tersebut. Dengan keluarnya keputusan ini, maka kenaikan tersebut sudah dapat diakses oleh petani yang ingin mengikuti program peremajaan.
Tahun ini, dana pungutan ekspor akan lebih terasa manfaatnya bagi petani untuk digunakan bagi sarana prasarana. Dana sarana prasarana itu dinilai penting bagi petani yang ingin memperbaiki jalan kebun ataupun pabrik sawit. Realisasi dana sarana dan prasarana itu pun dinantikan petani sawit yang tersebar di 117 DPD Apkasindo kabupaten dan kota di 22 provinsi seluruh Indonesia.