REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah semakin menguat pada akhir pekan pekan pertama Juni, Jumat (5/6). Bank Indonesia bersyukur rupiah bisa menyentuh kisaran Rp 13 ribu.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan nilai tukar rupiah akhirnya tembus sekitar Rp 13 ribu per dolar AS. "Alhamdulillah sudah tembus di bawah Rp 14 ribu, ini rahmat Allah SWT kepada kita semua bangsa Indonesia," kata Perry dalam konferensi virtual mingguan, Jumat (5/6).
Perry menyebut rupiah diperdagangkan di angka Rp 13 ribu, untuk bid sekitar Rp 13.855 dan offer Rp 13.960 per dolar AS. Rupiah menguat sesuai dengan pengamatan BI yang masih undervalue sehingga masih berpotensi menguat ke depannya.
Potensi penguatan dilihat dari perhitungan inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang diperkirakan lebih rendah, perbedaan suku bunga yang tinggi antara dalam dan luar negeri, juga perhitungan indeks premi risiko yang belum kembali ke posisi sebelum Covid-19.
Perry menyampaikan perkembangan terbaru untuk perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri masih tinggi yakni 6,2 persen. Kupon Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun Indonesia masih 7,06 persen sementara suku bunga obligasi pemerintah AS yakni US Treasury Bonds yakni 0,8 persen.
"Perbedaan 6,2 persen itu tinggi, SBN sebagai salah satu instrumen dengan imbal hasil investasi artinya nilai aset keuangan indonesia masih tinggi," katanya.
Hal ini menjadi salah satu indikator nilai tukar rupiah masih berpotensi menguat. Indikator lain yakni indikasi premi risiko Credit Default Swap (CDS) yang saat ini posisinya di angka 126. Sudah turun dari kondisi saat puncak wabah sebesar 245. Meski sudah turun, tapi masih belum mencapai kondisi sebelum Covid-19 yang sebesar 66-68.